Suara.com - Ketua Tim Kerja (Timja) Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Komite I DPD Farouk Muhammad (senator asal NTT) menegaskan akan tetap mendorong pemilukada langsung untuk gubernur, sedangkan pemilukada tak langsung untuk bupati/walikota atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (provinsi atau kabupaten/kota).
Sikap Komisi I DPD mirip sikap Pemerintah, tapi kecenderungan fraksi-fraksi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih ada yang menginginkan semuanya pemilihan langsung.
“Karena amanat lembaga, saya tetap menyatakan sikap kita, bahwa pemilihan bupati/walikota melalui DPRD, sedangkan pemilihan gubernur, langsung,” kata Farouk dalam rapat pleno Komite I DPD yang dipimpin Ketua Komite I DPD Alirman Sori (senator asal Sumatera Barat) di Gedung DPD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Acara dihadiri Ketua Tim Kerja (Timja) Pemekaran Daerah Komite I DPD Dani Anwar (senator asal Daerah Khusus Ibukota Jakarta), serta pimpinan komite dan anggota lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yang meraih master di Oklahoma City University (1993-1994) dan doktor di Florida State University (1994-1998) ini menjelaskan perkembangan isu-isu RUU Pemilukada yang alot, yakni mekanisme pemilihan, satu paket atau terpisah, kekerabatan atau dinasti, dan penyelesaian sengketa.
Dari sekian isu, tersisa dua isu yang alot, yaitu mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam satu paket atau terpisah.
Pemerintah memilih pemilihan langsung untuk gubernur, dan pemilihan tak langsung atau melalui DPRD untuk bupati/walikota. Kecuali Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), dan Komite I DPD lewat DPRD, fraksi-fraksi yang lain memilih pemilihan langsung.
Isu berikutnya, satu paket atau terpisah, sikap terakhir semua fraksi adalah setuju tidak satu paket, kecuali F-PKB, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) yang awalnya memilih sepakat, akhirnya memilih tidak satu paket.
Masalahnya, tidak satu paket tersebut memiliki dua alternatif, yaitu dipilih (elected) oleh DPRD atas usulan kepala daerah terpilih dan ditunjuk (appointed) oleh kepala daerah terpilih. Pemerintah memilih ditunjuk oleh kepala daerah terpilih.
Catatannya, jika kepala daerah berhalangan tetap, penggantinya selama sisa masa jabatan dipilih oleh DPRD. Wakil kepala daerah tidak serta merta menggantikannya karena dia tidak memiliki legitimasi.