Suu Kyi Kesampingkan Rohingya karena Politik?

Ardi Mandiri Suara.Com
Jum'at, 29 Mei 2015 | 17:14 WIB
Suu Kyi Kesampingkan Rohingya karena Politik?
Aung San Suu Kyi [Shutterstock]

Suara.com - Aung San Suu Kyi pernah dipuji dan diagung-agungkan sebagai pejuang demokrasi pantang menyerah menghadapi setiap tekanan dari pemerintah Myanmar.

Tapi, sikap diam pemimpin oposisi itu soal kelompok Muslim Rohingya, yang tertindas di negara sendiri, membuat banyak kalangan ragu atas niat tulus dan perjuangan perempuan tersebut.

Bahkan, Suu Kyi mendapat sindiran halus dari pemimpin Tibet Dalai Lama, rekan sesama penerima Nobel.

Foto pendatang dari Myanmar dan Bangladesh, yang kelaparan dan terdampar di Indonesia, Thailand dan Malaysia setelah terkatung-katung di laut, memicu gerakan kemanusiaan dan meminta dicari akar masalah untuk pemecahannya.

Beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, saat ini berkumpul di Bangkok, Thailand, untuk membahas masalah tersebut.

Perhatian dunia pun tertuju ke negara bagian Rakhine di barat Myanmar, di mana puluhan ribu Muslim Rohingya yang tidak diakui kewarganegaran mereka, hidup dalam penampungan dengan kondisi yang memprihatinkan.

Pada saat pemerintah Myanmar tidak punya sikap yang jelas, antara memberi bantuan kepada para migran dan menolak bertanggung jawab atas eksodus warga Rohingya, kelompok hak azasi manusia internasional terpaksa harus kecewa karena tidak mendapatkan dukungan seperti yang diharapkan dari Suu Kyi.

Ketidakpedulian Suu Kyi terhadap masalah Rohingya tampak begitu nyata, sehingga Dalai Lama pun beberapa waktu lalu sempat mengingatkan rekannya itu agar ikut memikirkan masalah kaum minoritas tersebut.

"Ini sangat menyedihkan. Di masalah Burma (Myanmar, saya berharap aung San Suu Kyi, sebagai pemenang Nobel, bisa melakukan sesuatu," kata Dalai Lama seperti yang dikutip harian The Australian, Kamis (28/5/2015).

Pemain spiritual umat Budha itu mengakui bahwa ia memahami posisi sulit Suu Kyi di Myanmar, di mana mereka yang menyatakan simpati terhadap kaum Muslim akan mendapat kecaman.

"Tapi meski demikian, saya kira dia bisa melakukan sesuatu," katanya menanggapi sikap diam Suu Kyi.

Suu Kyi pernah menghabiskan waktu lebih dari 15 tahun sebagai tahanan rumah semasa mantan rezim junta militer akibat usaha tidak kenal lelah memperjuangkan demokrasi di Myanmar.

Pengorbanannya karena harus berpisah dengan anak-anak dan suami warga negara Inggris yang sakit, serta perjuangannya untuk membebaskan rakyat Myanmar dari rasa takut, membuatnya dipuja dan mendapat banyak simpati dari seluruh dunia.

Namun, sejak dibebaskan dari tahanan rumah pada 2010, peran Suu Kyi pun mulai berubah, yaitu dari pembela hak azasi manusia yang gigih, menjadi aktor politik keras kepala, yang bersiap menghadapi pemilu bersama partai oposisi pimpinannya.

Phil Robertson, Wakil Direktur Asian Human Rights Watch menilai bahwa pemenang Nobel itu telah berubah menjadi sebuah kekecewaan besar karena gagal berada di garda depan untuk memperjuangkan hak azasi manusia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI