Suara.com - Direktur Program Transparency International Indonesia Ilham Saenong menilai kinerja selama setahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum maksimal, bahkan cenderung merosot.
"Oleh karena itu berakibat program- program transparansi dan keterbukaan tidak terkoordinasi dengan baik. Selain itu, untuk menangani kasus tertentu, pemerintah cenderung berlawanan dengan prinsip keterbukaan yang ujungnya memperlambat upaya pemberantasan korupsi," ujar Ilham dalam diskusi media bertema Setahun Pemerintahan Jokowi-JK tentang Open Government Partnership di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Rabu ( 21/20/2015).
Di tempat yang sama, Mujtaba Hamdi dari Perkumpulan Media Lintas Komunitas mempertanyakan komitmen menjalankan pemerintahan yang transparan, efektif, dan akuntabel.
"Sampai hari ini, belum ada sepatah katapun dari Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tentang OGP," kata Mujtaba.
Beka Ulung Hapsara dari Internasional NGO Forum On Indonesia Development menilai tiga institusi yang mengelola OGP, yakni Kantor Staf Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Luar Negeri bergerak tanpa payung yang jelas.
"Jika serius, Presiden seharusnya menerbitkan Perpres atau Inpres yang khusus memandatkan pengelolaan OGP. Terlebih prinsip- prinsip OGP harus tercermin dalam pelaksanaan tujuan pembangunan global Suistainable Development Goals yang baru disahkan sebulan lalu," tuturnya.
OGP merupakan upaya global untuk membuat pemerintah lebih transaparan, efektif, dan akuntabel. OGP diluncurkan pada 20 September 2011 di delapan negara pemrakarsa, yakni Brasil, Indonesia, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.
OJP merupakan inisiatif multipihak yang berfokus meningkatkan pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif dalam melayani publik.