Semakin jauh memasuki kebun, bau asap menusuk hidung. Tampak sisa bakaran masih mengepul. Pohon karet tampak tumbang sebagian karena terbakar api.
Pohon karet yang selamat hanya yang tumbuh dekat rumah kayu milik Norhadi.
“Pokoknya sejak ada PLG itu dan PT KLM (Kalimantan Lestari Mandiri) yang akhirnya memang terjadi setiap tahun terbakar, hanya soal parah atau tidak saja terbakarnya,” kata Noorhadi.
Kebun sawit PT. KLM seluas 5.101 hektar yang disebut Noorhadi, juga sama berdiri di atas lahan bekas proyek sejuta hektar Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Kalimantan Tengah.
Perusahaan yang berada di bawah bendera Julong Group dan bermarkas di Tianjin, Cina, itu memperoleh konsesi perkebunan dari Pemda Kapuas pada 2014.
Konsesi lahan PT ini justru berdiri di lahan gambut yang pernah direhabilitasi dari program yang didanai fulus Pemerintah Australia senilai 100 juta dolar Australia dengan rentang waktu lima tahun, sejak 2009 hingga 2014.
Lucunya lagi, proyek rehabilitasi seluas 120 ribu hektar di Kapuas ini menjadi bagian proyek percontohan dunia dengan skema REDD Plus melalui The Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP).
Setelah program rehabilitasi berakhir, lahan langsung berubah menjadi tanaman sawit dalam sekejap.
Kebun karet milik Noorhadi berbatasan langsung dengan sedikit semak dan pohon liar, plus dengan perkebunan sawit ini.
Dalam sekejap pula, sejak itu api sering mampir merembet ke kebunnya.
“Kadang terjadi saat malam hari. Kami tidak tahu siapa yang membakarnya,” terang Noorhadi yang juga menyampaikan kalau penghasilannya dari karet anjlok.
Saat suara.com mampir ke Mantangai Hulu, sudah 1 bulan desa Norhadi diserbu asap.
Seminggu terakhir, bahkan jarak pandangnya hanya 30 meter.