Polemik Pelantikan Ahok, Ini Penjelasan PDI P

Minggu, 12 Februari 2017 | 18:03 WIB
Polemik Pelantikan Ahok, Ini Penjelasan PDI P
Serah terima jabatan dari Plt Gubernur Sumarsono kepada Ahok. (Suara.com/Nikolaus Tolen)

Suara.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) bersikukuh pelantikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki dasar hukum yang jelas.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mempertanyakan motif orang-orang yang meragukan pelantikan tersebut. Apalagi dengan dalih pelanggaran hukum Undang-undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

"Dasar hukumnya jelas kok," kata Andreas dihubungi suara.com, Jakarta, Minggu (12/2/2017).

Pelantikan Ahok ini dipertanyakan karena dia merupakan terdakwa dalam kasus penodaan agama yang sedang menjalankan persidangan. Sementara, dalam ‎UU Pemda disebutkan seorang kepala daerah yang didakwa melakukan tindak pidana dan diancam paling singkat lima tahun penjara, harus diberhentikan sementara.

Menurut Andreas, ‎tidak ada pelanggaran dalam pelantikan ini. ‎Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat ini menganggap orang-orang yang mempermasalahkan hal tersebut sedang melakukan manuver politik. Apalagi, ada yang berencana melakukan hak angket.

"Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah. Tentu ada alasannya, di mana fakta pelanggaran itu terjadi. Kalau tidak ada pelanggaran, lantas apa yang mau diselidiki? Mungkin sekedar manuver politik menjelang Pilkada. Nanti juga diam sendiri setelah Pilkada," kata Andreas.

Sementara itu, kolega Andreas di Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan ‎menerangkan lebih lengkap. Menurutnya, secara yuridis tidak ada dasar hukum yang dilanggar dengan dilantiknya Ahok kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sebab, pemerintah menganggap kasus Ahok belum dijatuhi tuntutan atau vonis.

"Memang Pasal 83 (UU Pemda) mengatakan itu apabila didakwa ancaman 5 tahun. Posisi ini membuat Mendagri harus menunggu karena dakwaan untuk Ahok itu ancamanya alternatif 4 tahun atau 5 tahun. Makannya ditunggu sampai tuntutan jaksa. Kalau jaksa menuntut lima tahun, kita pastikan Ahok berhenti," kata Arteria dihubungi terpisah.

"Jadi, jangan memperkeruh keadaan. Keadaan sekarang itu sudah keruh, jangan dipanasin lagi," tuturnya.

Di sisi lain, kata dia, tak ada yang diuntungkan dari pelantikan Ahok. Menurutnya, seluruh calon incumbent yang ikut Pilkada 2017, sudah dilantik per tanggal 12 Februari setelah cuti kampanye.

Baca Juga: Kasus Pemukulan di Aksi 112, Jurnalis Metro TV Lapor Polisi

‎"Yang incumbent itu bukan Pak Ahok, semua incumbent, tanggal 12 itu aktif kembali. Apa yang bisa dimanfaatkan oleh incumbent dalam waktu 3 hari? Apa coba?" tanya dia.

Dia memastikan dalam waktu 3 hari menjelang pencoblosan pada 15 Februari nanti, Ahok tidak akan melakukan penyimpangan.‎ Anggota Komisi II DPR ini juga mengajak kepada warga Jakarta untuk mengawasi tindakan Ahok bersama wakilnya, Djarot Syaiful Hidayat saat bekerja sebagai pimpinan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Silakan rakyat mencermati untuk di wilayah yang ada pilkada ini, untuk mengawasi incumbent. Apakah ada apel-apel, pengkondisian PNS, dan sebagainya. Saya pastikan Ahok-Djarot tidak demikian," ujarnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI