Melalui interaksinya dengan penduduk setempat, Benos mengklaim warga Korut tidak pernah memunyai prinsip “sukses untuk diri sendiri”.
“Aku kaget saat tahu menteri dan politikus berpengaruh di Korut, yang seringkali disebut menempati istana mewah, ternyata tinggal di apartemen biasa bersama keluarga buruh-buruh pabrik lainnya. Di Korut, perumahan, pendidikan, kesehatan, dll, disediakanoleh negara secara gratis,” tutur Benos.
Setiap warga, kata dia, bisa menjelaskan secara terperinci mengenai politik, ekonomi, dan kondisi sosial budaya mereka sendiri. Termasuk menjelaskan kenapa mereka selalu tegas terhadap AS yang biasa disebut sebagai “monster imperialis.”
”Demokrasi Barat sama represifnya dengan rezim-rezim totalitarian di mana pun. Bedanya, pemerintah dan rakyat Korut ingin bebas dari hal tersebut,” klaimnya.
Benos juga menolak klaim-klaim media Barat mengenai warga Korut yang hidup seperti robot dan tidak bahagia.
Sebaliknya, ia mengatakan hubungan antarwarga maupun kisah percintaan di Korut justru relatif lebih murni ketimbang peradaban Barat. Salah satu parameternya adalah, hubungan antarindividu di Korut tak pernah retak hanya lantaran persoalan uang.
"Dalam banyak masyarakat kapitalis Barat, kebanyakan pasangan bahkan tidak berbagi rekening bank, dan mereka menandatangani perjanjian pranikah untuk berbagi harta. Hal seperti itu tidak ada di kalangan warga Korut."
Benos mengakui, sangat sulit bagi dirinya menyiarkan hal-hal yang menurutnya menjadi gambaran nyata dan benar mengenai Korut.
“Media-media massa Barat selalu membombardir masyarakat dengan beragam berita tak benar mengenai Korut. Itu setiap hari, sehingga susah untuk mengubah pemikiran mereka. Tapi, aku dan kawan-kawan tak mau berputus asa,” tandasnya.
Baca Juga: Inilah 30 Nama Calon Sekjen PSSI