Suara.com - Klaim-klaim bombastis kerap mewarnai dan menghebohkan jagat media sosial di Indonesia. Termutakhir, sejumlah warganet mengunggah tulisan mengenai sosok ‘Gaj Ahmada’ yang dianggap sosok sejati Gajah Mada, mahapatih Kerajaan Majapahit.
Anda kenal atau akrab dengan nama tokoh Gaj Ahmada atau Syeikh Ahmada? Tidak? Kalau Abu Fatih Gaj Ahmada Al Majjah Fahid Darussalam? Tidak juga?
Kalau Gajah Mada Mahapatih Majapahit? Tentu sedikit banyak kenal. Nah, di media-media sosial Indonesia sejak Kamis (15/6/2017), sejumlah warganet mengklaim ketiga nama itu identik alias merujuk pada satu orang yang sama, Gajah Mada adalah Gaj Ahmada. Bahkan, ’Gaj Ahmada’ menjadi salah satu topik terpopuler di Twitter hingga Jumat (16/6/2017).
Lebih jauh, Gaj Ahmada diklaim sebagai nama asli sang mahapatih. Mereka menilai, para arkeolog maupun filolog salah dalam mengeja dan mengartikan aksara Pallawa era Majapahit, yang seharusnya ’Gaj Ahmada’ menjadi ’Gajah Mada’.
Kesemua selentingan yang viral di media-media sosial mengenai keabsahan nama ‘Gaj Ahmada’ ditulis dalam satu paragraf seperti diunggah pengguna Facebook berakun Arif Barata ini:
”Patih kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya. Patih Gajah Mada juga seorang muslim. Nama aslinya adalah Gaj Ahmada (terlihat lebih Islami, bukan?). Hanya saja, orang Jawa saat itu sulit mengucapkan nama tersebut.”
”Mereka menyebutnya Gajahmada untuk memudahkan pengucapan dan belakangan ditulis terpisah menjadi Gajah Mada (walaupun hal ini salah). Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasan pada masa Patih Gaj Ahmada. Konon, kekuasaannya sampai ke Malaka (sekarang masuk wilayah Malaysia).”
”Setelah mengundurkan diri dari kerajaan, Patih Gaj Ahmada lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mada oleh masyarakat sekitar. Pernyataan ini diperkuat dengan bukti fisik yaitu pada nisan makam Gaj Ahmada di Mojokerto terdapat tulisan ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’.”
Baca Juga: Apa Kata Sterling Soal Peluang Man City Musim Depan?
Bantahan
Namun, klaim tersebut mendapat banyak bantahan. Salah satu yang membanah adalah akun resmi milik Lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia (Lesbumi).
Lembaga kesenian yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) tersebut menuliskan, klaim tersebut bisa disebut sebagai praktik “cocoklogi” atau secara penafsiran bahasa Jawa ke bahasa Arab yang serampangan.
Hal tersebut sebenarnya bukan praktik baru. Lesbumi menyebut, dasar logika “otak-atik gathuk” tersebut sudah dimulai oleh kolonial Belanda ketika memprakarsai buku Serat Darmogandhul dan Suluk Gatoloco.
Berikut nukilan penjelasan Lesbumi tersebut:
”Mari sejenak kita uji penafsiran nama Gajah Mada dengan ilmu cocokologi dengan nalar otak-atik gathuk yang menetapkan nama itu berasal dari kata ’Fatih Haji Ahmada’ yang berubah menjadi ’Patih Gaj Ahmada’ yang bermakna ’Patih Haji Ahmada Sang Penakluk’.”