Mereka yang Bertahan di Masa Senjakala Kartu Lebaran

Rabu, 21 Juni 2017 | 06:15 WIB
Mereka yang Bertahan di Masa Senjakala Kartu Lebaran
Penjual kartu Lebaran. (suara.com/Ummi Hadyah Saleh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ada banyak kisah yang tersimpan pada selembar kartu lebaran. Cinta pertama, asmara buta, penghormatan, pun kerinduan tertuang dalam lembaran tersebut. Tapi, begitulah waktu. Ia menelan seluruh masa dan romansa. Kini, riwayat kartu lebaran berada di tubir masa senjakalanya.

Gedung Pos Ibu Kota Jakarta, Pasar Baru, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, tampak biasa-biasa saja pada lima hari sebelum Idul Fitri 2017, Selasa (20/6).

Dekat pintu masuk gedung itu, kartu warna warni berjejer di sudut lapak meja kayu. Lapak itu milik Pipit Amalia dan suami. Dia masih setia menjual kartu ucapan selamat Lebaran, meski tidak banyak.

"Sudah tak banyak yang beli kartu Lebaran," ujar Pipit kepada Suara.com.

Tak ada gambar yang menunjukkan edisi terbaru pada kartu-kartu Lebaran yang dijual Pipit. Ribuan kartu yang dijual Pipit terbilang  lama, yakni era 1990-an. Kartu edisi  paling baru yang dijualnya adalah cetakan tahun 2000.

Ia lantas mengenang masa-masa keemasan kartu lebaran, ketika dirinya bisa “panen” keuntungan jelang Idul Fitri, yakni era 90-an.

"Dulu, tahun 1990-an, di emperan kantor pos sini, banyak yang beli. Setelah muncul ponsel (telepon seluler) makin berkurang penjualan kartu lebaran," tutur Pipit, yang meneruskan usaha musiman dari orang tua.

Segendang sepenarian, Mimi (65), pedagang kartu Lebaran di samping Gedung Kesenian Jakarta, juga merasakan hal yang sama dengan Pipit.

Baca Juga: Alexis Ngotot Ingin Reuni dengan Guardiola di Man City

Mimi mengungkapkan, hingga Selasa kemarin, belum satu pun kartu Lebaran miliknya yang dibeli konsumen. Ia menilai, orang-orang pada era di zaman kiwari tak lagi berminat menggunakan kartu tersebut.

"Sampai hari ini belum ada yang beli. Sekarang pasti sudah tak mau beli, kalau pun ada pasti mereka cari motif yang bagus dan membeli di toko buku," kata Mimi.

Ia menyadari kartu Lebaran yang ia jual memang sudah lama.

"Ini kan dari tahun kemarin-kemarin. Belum ada yang beli dari kemarin, ini kan sisa-sisa lama, soalnya kan tak mungkin lagi beli lagi, yang ada saja dijual," terangnya.

Nemi (20), juga penjual kartu Lebaran bahkan menyatakan kesedihannya terhadap orang-orang yang kekinian tak lagi menggunakan kartu lebaran.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI