Masih dalam telegram tersebut, konglomerat Jerman mengakui turut didekati tentara Indonesia. Tentara meminta dirinya menjadi "perantara" perundingan dengan Kedubes Jerman.
"Jika mereka melakukannya (kudeta) maka hal itu akan berlangsung cepat tanpa peringatan dan Soekarno akan digantikan oleh pemerintahan kombinasi sipil dan junta militer," tulis Kedubes AS dalam telegram itu.
Petinggi Angkatan Darat juga disebut menghubungi kedubes-kedubes negera Barat untuk memastikan mereka mendapat bantuan ekonomi dan keuangan setelah menjatuhkan Soekarno.
"Mereka mendekati banyak kedubes Barat. Tapi mereka tak mendekati Dubes Jepang yang menurut mereka terlalu dekat dengan Soekarno. Tapi, kami mendapat informasi, ada staf Kedubes Jepang yang juga coba didekati para jenderal."
Sementara berdasarkan "sumber" Kedubes AS di pemerintah Indonesia, sekelompok jenderal menemui Soekarno sehari sebelum mereka mencoba mendekati sejumlah kedubes negara Barat.
Pertemuan sejumlah jenderal TNI dengan Soekarno itu persisnya terjadi pada 10 Oktober 1965. Kala itu, para jenderal menyodorkan dokumen buatan mereka yang mengklaim PKI berada di belakang gerakan 30 September.
"Soekarno menolak membaca tulisan buatan para jenderal itu dan memarahi mereka karena mencoba menyalahkan PKI dalam peristiwa tersebut. Setelahnya, para jenderal itu keluar ruangan dengan rasa kecewa serta frustrasi," tulis Kedubes AS dalam telegram tersebut.
Baca Juga: Ahok Disarankan Jadi Pendeta Setelah Keluar dari Penjara
Kejadian itu juga diperkuat dengan laporan Kedubes Australia yang berhasil "didapat" Kedubes AS. Dalam laporan Kedubes Australia, Soekarno tak mau membaca makalah buatan TNI tersebut dan memarahi TNI karena mencoba menyalahkan PKI.
"Beda keterangan 'sumber kita' dengan laporan Kedubes Australia adalah, mereka (Australia) melaporkan hanya Jenderal Nasution yang menghadap Soekarno pada 11 Oktober. Pertemuan keduanya tertanggal itu dikonfirmasi jurnalis," demikian dalam telegram tersebut.
AS Tahu TNI AD Lakukan Pembunuhan
Dalam dokumen itu juga tercatat bahwa Kedubes AS dan Departemen Luar Negeri AS tahu tentang pembunuhan yang dilakukan TNI Angkatan Darat terhadap orang-orang yang dituduh sebagai PKI.
Dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa pejabat AS memiliki informasi yang kredibel yang bertentangan dengan cerita TNI yang menyeramkan tentang penculikan, penyiksaan dan pembunuhan 7 jenderal.
Secara khusus, dokumen rahasia AS itu menyebutkan pembunuhan massal setelah G30S itu diperintahkan oleh Soeharto (Presiden kedua RI). Perintah itu disebut sebagai upaya kudeta, tapi akhirnya gagal. Selain itu disebutkan pembantaian itu dibantu oleh Ansor, organisasi sayap Nahdlatul Ulama.