Cara Menghitung Suara Pemilu dari Zaman ke Zaman, Terakhir Tahun 2019

Kamis, 11 April 2019 | 06:40 WIB
Cara Menghitung Suara Pemilu dari Zaman ke Zaman, Terakhir Tahun 2019
Pekerja penyortiran dan pelipatan surat suara memasukan surat suara ke dalam kantong. [Berita Jatim]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Namun pada penyelenggaraan pemilu 2004, Indonesia beralih sistem menjadi sistem proporsional terbuka. Kali ini BPP yang ditentukan dengan metode Kuota Hare tersebut tidak hanya untuk menentukan jumlah kursi yang didapat parpol saja, tetapi juga untuk menentukan ambang batas calon legislatif yang dinyatakan sebagai pemenang pemilu.

"Pada sistem proporsional terbuka, kita diberi ruang memilih caleg, tetapi mereka dinyatakan langsung terpilih kalau suara yang didapat di atas BPP, metode ini juga serupa dengan 2009 dan 2014," kata Hadar.

Hanya saja bedanya, pada Pemilu 2004 calon yang berhak menempati alokasi kursi yang diraih parpol yakni sesuai dengan nomor urut paling atas kalau tidak mencapai angka BPP.

Sedangkan pada 2009 dan 2014, calon dengan nomor urut mana saja bisa menempati alokasi kursi asal mendapatkan suara terbanyak.

Sementara pada pemilu 17 April 2019 mendatang Indonesia masih tetap akan menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka, tetapi untuk metode penghitungan suara tidak lagi memakai Kuota Hare, melainkan menggunakan rumpun Divisor dan metodennya bernama Sainte Lague murni.

Berbeda dengan kuota, rumpun Divisor tidak menetapkan harga suara yang dibutuhkan untuk memperoleh satu kursi. Pemenang akan ditentukan menggunakan bilangan pembagi ganjl, atau total suara sah partai politik akan dibagi dengan bilangan pembagi ganjil.

"Jadi setelah dibagi, maka nilainya akan diurut peringkat tertinggi, dan nantinya akan ditentukan pemenangnya sesuai jumlah alokasi kursi," ujarnya.

Terbaik

Metode umum di dunia mengenai penghitungan suara untuk penentuan jumlah kursi yang didapat oleh partai politik pada pemilihan umum dapat dikualifikasikan dalam dua rumpun.

Baca Juga: Jelang Seminggu Pemilu, KPU Mojokerto Masih Kekurangan 13.876 Surat Suara

Model pertama adalah rumpun kuota, yang terdiri atas sub bagian, yakni metode Kuota Hare dan Kuota Droop.

Rumpun kedua yakni Divisor, di sana terdapat tiga metode baku, dikenal dengan Divisor D'Hond, Divisor Sainte Lague, dan Sainte Lague modifikasi.

Dari lima metode ini, organisasi Perludem telah melakukan riset tingkat proporsionalitas, dengan menggunakan indeks LSq.

"Tidak ada metode yang benar-benar ideal dipakai di setiap pemilu, yang ada hanya proporsional atau tidak. Jadi kita bisa hitung menggunakan indeks LSq, semakin kecil nilai indeks maka metode yang digunakan semakin proporsional," kata Peneliti Perludem, Heroik Mutaqin Pratama.

Perludem membandingkan dua metode yang dipergunakan di Indonesia, yakni Kuota Hare dan Sainte Lague dengan memakai data hasil pemilihan umum 2014.

Hasilnya, penggunaan Kuota Hare membubuhkan indeks LSq 2,9 poin dan Sainte Lague 2,7 poin. Dua metode ini dianggap sama-sama proporsional karena memiliki nilai yang kecil namun Sainte Lague dinilai lebih baik dengan indeks yang lebih rendah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI