
Tingkat kematian dari hasil survei di New York itu lebih besar 4,1 persen dibandingkan dengan temuan survei sejenis di Los Angeles pada awal minggu ini.
Survei itu dibuat oleh sejumlah peneliti University of Southern California dan melibatkan 863 responden. Hasil awal survei menunjukkan tingkat kematian akibat COVID-19 kemungkinan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, tetapi daya penularannya lebih luas ke orang-orang yang tidak menunjukkan gejala.
Kepala Departemen Epidemiologi University of Washington, Stephen Hawes, mengatakan ia percaya survei di New York memprediksi terlalu tinggi tingkat penularan dengan menyasar responden yang berkegiatan di luar rumah.
Ia mengingatkan survei itu belum lolos evaluasi para ahli dan tes COVID-19 dari pemeriksaan antibodi tubuh dapat menunjukkan hasil tidak konsisten. Walaupun demikian, survei itu merupakan upaya mengisi "celah besar" ketidaktahuan para ahli yang sampai saat ini masih mempelajari penularan penyakit.
Howes menjelaskan sejumlah persoalan juga patut ditanyakan, salah satunya apakah mereka yang positif tertular virus telah mengembangkan antibodi melawan virus dalam tubuhnya.
Selama satu minggu terakhir, Cuomo fokus meningkatkan pemeriksaan COVID-19, mengingat rumah sakit tidak lagi kewalahan merawat pasien karena layanan kesehatan seperti rawat inap dan penggunaan alat bantu pernapasan telah banyak tersedia. Banyak pihak meyakini New York telah melewati fase terburuk penyebaran penyakit.
Cuomo saat sesi pengarahan harian mengatakan jumlah pasien rawat inap COVID-19 di rumah sakit berkurang 578 orang jadi 15.021 per Rabu (22/4/2020).
Dalam 10 hari terakhir, jumlah pasien yang dirawat di New York terus menurun.
Ia turut mencatat penurunan korban tewas akibat COVID-19 dari 474 kematian per hari jadi 438. Angka itu jadi jumlah kematian terendah per hari di New York sejak 1 April. (Antara)
Baca Juga: Bandara YIA dan Adisutjipto Setop Penerbangan Komersial Sampai 1 Juni