Sejumlah ABK mengatakan kontrak kerjanya tidak mengatur soal jam kerja.
RV, 27 tahun asal Ambon, Maluku, adalah salah satunya.
"Tidak tertulis soal jam kerja, jadi baru diatur oleh kapten kapal saat di laut," ujar RV.
Namun, ada juga ABK Indonesia, yang diberangkatkan agen lain, yang jam kerjanya diatur di kontrak.
Beberapa sempat menanyakan soal jam kerja, namun tidak berlanjut, karena mengaku "takut dipulangkan".
Meski bekerja membanting tulang, sejumlah ABK itu mengaku gaji mereka belum dibayar.
'Makan umpan ikan, minum sulingan air laut'
Tidak hanya masalah jam kerja yang di luar batas, NA, 20 tahun, anak buah kapal Long Xin 629 asal Makasar, Sulsel, mengaku 'dianaktirikan' soal makan dan minum.
Menurutnya, ABK yang non-Indonesia mendapat jatah makanan yang "lebih bergizi" ketimbang mereka. "Kita dibedain dengan orang dia."
Baca Juga: Tiba di Indonesia, 14 ABK Kapal China Akan Dibawa ke Rumah Perlindungan TKI
Di dalam kapal penangkap ikan itu, awalnya ada 20 ABK WNI dan sekitar enam orang adalah ABK asal China.
"Air minumnya, kalau dia minum air mineral, kalau kami minum air sulingan dari air laut," ungkap NA. "Kalau makanan, mereka makan yang segar-segar...," kata NA.
KR, 19 tahun, asal Manado, menambahkan, "Mereka makan enak-enak, kalau kami seringkali makan ikan yang biasanya buat umpan itu."
'Melepaskan jenazah'
Pengalaman pahit yang sulit mereka lupakan adalah ketika harus melarung empat jenazah rekannya ke lautan lepas.
Upaya mereka agar jenazah 'disimpan' di ruang berpendingin, dan kelak dikubur "secara layak" di daratan, ditolak kapten kapal.