Survei nasional memperlihatkan, lebih 60% kematian akibat kerusakan hati dipicu oleh konsumsi alkohol.
Kaum perempuan di pedesaan menyerukan pelarangan minuman keras karena "makin kuat bukti, alkohol menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga".
Apakah menaikkan harga minuman keras akan menyelesaikan masalah?
Mungkin tidak, kata ekonom Santosh Kumar dari Sam Houston State University.
Menurut kajian yang ia lakukan, kenaikan harga tak berpengaruh banyak. Ia meyakini metode efektif adalah dengan menggabungkan "kontrol harga dan kampanye tentang efek buruk minuman keras".
Yogendra Yadav, pemimpin partai Swaraj India yang juga pengamat politik mengusulkan penerbitan "rencana nasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap minuman keras".
Kampanye ini mencakup mengurangi ketergantungan atas pajak minuman keras, menghentikan iklan minuman keras, mengontrol penjualan minuman keras, dan mengambil porsi pendapatan dari penjualan minuman keras bagi gerakan yang mendorong orang untuk tidak mengonsumsi alkohol.
Melarang sama sekali diperkirakan tidak akan efektif karena hanya akan "menyuburkan pasar gelap".
Pratap Bhanu Mehta, seorang pengamat sosial, mengatakan "jika kita peduli dengan prinsip kebebasan untuk mengonsumsi alkohol, maka kita juga perlu untuk mempertanyakan kegemaran kita mengaitkan alkohol dengan aspek budaya, politik, dan ekonomi".
Baca Juga: Menteri Luhut: Waspadai Gelombang Kedua Wabah Virus Corona
"Harus ada jalan keluar yang cerdas dalam mengatasi yang kompleks ini," katanya.