Sempat hidup di Jakarta dengan biaya pribadi selama dua tahun pertama, keluarganya kini bergantung pada donasi makanan.
"Saat tiba di Indonesia tahun 2017, keluarga kami memiliki tabungan sehingga kami bisa hidup secara independen. Tapi walaupun Anda memiliki bank, jika Anda tidak memiliki pendapatan, uang Anda akan habis," ucapnya.
"Sekarang uang kami sudah habis. Kami terpaksa tinggal di sini," ujar Zakir.
'Pengungsi muda rentan terbaikan'
Trauma soal keselamatan jiwa dan keputusan meninggalkan tanah air menghantui sebagian besar pengungsi, menurut Realisa Masardi, dosen antropologi di Universitas Gadjah Mada.
Realisa, yang selama 10 tahun terakhir meriset isu pengungsi, menyebut kondisi psikologi para pelarian itu juga mudah terdampak minimnya hak dasar yang mereka dapatkan di Indonesia.
Para pengungsi muda, kata Realisa, adalah kelompok yang paling rentan karena tidak masuk daftar prioritas UNHCR dalam program penempatan ke negara ketiga.
"Jika melihat kriteria pengungsi yang diprioritaskan mendapat penempatan permanen, mereka seperti ditinggalkan. Penempatan ke negara ketiga lebih ditujukan untuk kelompok rentan."
"Namun banyak di antara mereka yang mampu keluar dari persoalan psikologi itu," ujar Realisa.
Baca Juga: Keren, Teknologi Ford Co-Pilot360 Kini Dilengkapi Fitur Hands-Free
Walau begitu, Realisa menilai secara umum situasi itu tak serta-merta membuat para pengungsi muda di Indonesia kehilangan logika berpikir.
"Saya tidak melihat ada semacam kompetisi di antara pengungsi untuk mendapat kesempatan dari UNHCR. Pengungsi muda dan yang lajang harus menunggu peluang lebih lama, tapi kebanyakan dari mereka menjalin hubungan baik dengan sesama pengungsi," ucapnya.
"Ini adalah bukti mereka masih menjaga rasa kemanusiaan," ujar Realisa menjawab pertanyaan BBC Indonesia dalam seminar daring yang digagas lembaga advokasi pengungsi, Suaka, 19 Juni lalu.
Merujuk keterangan UNHCR, pengungsi yang dianggap perlu mengikuti program penempatan ke negara ketiga adalah mereka yang mengalami kerentanan di negara transit dan tak bisa kembali ke negara asal.
Di seluruh dunia, selama periode Januari hingga April 2020, kategori pengungsi yang mendapat prioritas UNHCR adalah 'yang membutuhkan perlindungan fisik dan hukum' (34 persen).
Kategori lainnya, antara lain korban kekerasan atau penyiksaan (31 persen) dan perempuan dalam kondisi rentan (20 persen).