Diracun

Karena kecintaannya terhadap ilmu hukum, Munir memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Amsterdam dan melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Utrecht, Belanda.
Pesawat Garuda GA-974 yang ditumpangi Munir pun lepas landas dari Jakarta, pada 06 September 2004 pukul 21.55 malam WIB.
Namun dalam perjalanannya tersebut, Munir Said Thalib menghembuskan nafas terakhirnya di langit Rumania pada 07 September 2004.
Atau berjarak sekitar dua jam sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
Otoritas Belanda yang memeriksa jenazahnya kemudian menemukan adanya kandungan arsenik dalam tubuh Munir.
Setelah serangkaian persidangan dan penyelidikan dari pihak yang berwenang, pada 20 Desember 2005 pengadilan kemudian menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pelaku pembunuhan terhadap Munir.
Kini, setelah lebih dari 15 tahun kematiannya, nama Munir dianggap sebagai sosok yang memudahkan para generasi muda untuk menerjemahkan gagasan konsep HAM yang universal dalam pengalaman orang-orang Indonesia.
Grafiti wajah Munir bahkan kerap kali hadir di pojok-pojok kota, jalanan, hingga kaos dan akan terus berlipat ganda di masa mendatang. Sosok Munir memang tidak akan pudar ditelan waktu.
Baca Juga: Kenang Munir, Komnas HAM Usul 7 Sep' Jadi Hari Perlindungan Pembela HAM
Kontributor : Rishna Maulina Pratama