"Tidak ada rencana untuk menunda Pilkada ini, karena kita baru saja mulai dan harusnya bisa terkendali dengan baik," kata Wiku dalam konferensi pers dari Istana Negara, Kamis (10/9/2020).
Dia berharap semua pihak bisa bekerjasama dengan baik menerapkan kebiasaan baru pada pesta politik lima tahunan ini. Menurutnya Kementerian Dalam Negeri bersama aparat Kepolisian dibantu TNI mampu menjaga situasi keamanan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat dalam setiap tahapan Pilkada.
"Juga ada KPU yang mempersiapkan dan memimpin implementasi dari kegiatan pemilihan serentak ini. Ada Bawaslu yang menyusun standar dan pengawasannya," ujar Wiku.
Meski begitu, Wiku mengingatkan per pekan ini tercatat 45 dari 309 kabupaten/kota (14,56 persen) yang menyelenggarakan pemilihan termasuk dalam zona merah corona.
Kemudian, ada 152 kabupaten/kota atau 49,19 persen daerah risiko sedang, 72 kabupaten/kota atau 23,3 persen berisiko rendah, lalu zona hijau 26 kabupaten/kota atau 8,41 persen tidak ada kasus baru. Dan 14 kabupaten/kota atau 4,53 persen daerah tak terdampak.
Sejumlah 45 Kab/Kota Pelaksana Pilkada dengan Zona Risiko Tinggi (Zona Merah) bisa dilihat di sini!
Kampanye Pilkada Saat Pandemi: Pengabaian Potensi Klaster Baru

Kasus positif virus Corona (Covid-19) juga muncul di tengah masa tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, sudah sebaiknya tidak ada lagi kegiatan-kegiatan selama pilkada yang melibatkan massa, salah satunya kampanye.
Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 memaksakan adanya penyesuaian dalam segala aspek, termasuk soal kampanye. Kampanye yang biasanya dilakukan dengan melibatkan massa, kini seharusnya sudah tidak perlu dilakukan.
Baca Juga: Studi Peneliti Yale: Virus Corona Covid-19 Berisiko Merusak Sel Otak Pasien
"Kampanye bawa massa. Itu artinya sama dengan menihilkan, mengabaikan potensi klaster," kata Dicky saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).
Dicky menganggap apabila kegiatan itu tetap dilakukan, maka yang rugi penyelenggara, peserta dan masyarakatnya sendiri.
Apalagi melihat potensi calon kepala daerah yang bisa saja tertular Covid-19 dengan gejala, hal tersebut dianggapnya jelas bakal merugikan.
Dengan begitu, ia menilai harus ada solusi di mana keselamatan masyarakat bisa lebih diutamakan ketimbang pelaksanaan Pilkadanya itu sendiri.
"Harus ada solusi yang memenangkan sektor kesehatan masyarakat tanpa mengurangi tujuan pelaksanaan Pilkada," ujarnya.
"Itu harus didiskusikan oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini adalah KPU, KPUD dengan Bawaslu, pemerintah, terutama melibatkan pakar," tambah Dicky.