Suara.com - "Paras" jazirah Arab ribuan tahun lalu ternyata sama sekali berbeda dengan yang kekinian dikenal. Kala itu, Arab lebih hijau dan lembab, serta dihuni hewan besar semacam gajah dan kerbau.
Temuan jejak kaki jadi bukti manusia purba pernah mampir, menumpang makan dan minum di sana.
Sebuah temuan oleh ilmuwan baru-baru ini menunjukkan bahwa sekelompok kecil homo sapiens pernah berburu mamalia besar seperti unta, kerbau dan gajah di wilayah yang kini termasuk bagian utara Arab Saudi.
Temuan ini menunjukkan drastisnya perubahan iklim yang telah dialami oleh planet ini. Saat ini, Jazirah Arab berciri khas pemandangan gurun pasir yang luas dan gersang, sebuah daerah yang tidak ramah untuk didiami manusia purba dan hewan yang mereka buru.
Tetapi penelitian selama dekade belakangan menunjukkan bahwa tampaknya kondisi geografis bumi tidak selalu seperti ini.
Karena variasi iklim alami, pada sekitar 120.000 tahun lalu atau yang juga dikenal sebagai periode interglasial terakhir, keadaan alam di sana jauh lebih hijau dan lebih lembab.
“Pada waktu tertentu di masa lalu, gurun yang mendominasi bagian dalam semenanjung pernah berupa padang rumput yang luas dengan danau dan sungai air tawar permanen," ungkap Richard Clark-Wilson, salah satu penulis studi terbaru yang diterbitkan di jurnal ilmiah Science Advances.
Menumpang makan dan minum Nenek moyang manusia pada saat itu berhenti untuk sekadar minum dan mencari makan di sekitar danau dangkal yang juga sering dikunjungi unta, kerbau, dan gajah yang lebih besar daripada jenis yang ada sekarang.
Sekelompok manusia purba ini memanfaatkan adanya lubang berair untuk membantu mereka bisa bertahan dalam menempuh perjalanan jauh.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Jejak Kaki Manusia Paling Awal di Luar Afrika
Gambaran kehidupan manusia purba di daerah itu secara terperinci direkonstruksi oleh para peneliti dalam studi itu.
Sebelumnya, ditemukan juga jejak kaki manusia dan hewan purba di Gurun Nefud di Arab Saudi. Jejak ini memberi petunjuk baru tentang rute yang diambil leluhur manusia saat mereka menyebar keluar dari benua Afrika.
Bentuk fosil unik Penulis utama makalah tersebut yakni Mathew Stewart, dari Institut Max Planck untuk Ekologi Kimia di Jerman, mengatakan bahwa jejak kaki itu ditemukan selama penelitian program doktoralnya pada tahun 2017, setelah adanya erosi sedimen di atas sebuah danau purba yang dijuluki 'Alathar' (yang dalam bahasa Arab berarti "jejak").
"Jejak kaki adalah bentuk unik bukti fosil yang memberikan gambaran singkat pada saat itu, biasanya mewakili beberapa jam atau hari,” ujar Steward.
Usia jejak kaki tersebut dikalkulasi dengan menggunakan teknik yang disebut pendaran terstimulasi optik.
Cara ini memendarkan cahaya pada butiran-butiran kuarsa dan dapat mengukur jumlah energi yang dipancarkan darinya.