Konsep zeitgeist dan dialektika perubahan
Meski demikian, secara umum disepakati bahwa Hegel adalah filsuf pertama yang mengenali dan membahas dimensi perubahan, sebagai apa yang ia sebut "Menjadi" (“Becoming” atau "Werden" dalam bahasa Jerman).
Hegel percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini terus bergerak: setiap kehidupan individu, alam, sejarah, dan masyarakat.
Hal ini mengakibatkan setiap era memiliki semangat zaman alias zeitgeist masing-masing yang khass. Sebuah semanga atau ruh yang secara umum ditemui pada tiap-tiap zaman.
Suatu zaman yang bersejarah tidak secara acak diikuti begitu saja oleh zaman lainnya. Sebaliknya, bagi Hegel, ada prinsip evolusi logis.
Sebagai metafora untuk menggambarkan konsep ini, Hegel menggunakan siklus pertumbuhan tanaman, yang tahapannya terjadi sesuai dengan prinsip yang telah digariskan.
Dengan demikian, Hegel melihat sejarah sebagai siklus yang mengikuti logika yang telah ditentukan sebelumnya, yang kemudian, berulang kali menyebabkan kontradiksi dan revolusi.
Logika Hegel dibangun dengan menggunakan prinsip tesis, antitesis dan sintesis, lalu seiring waktu, sintesis ini kembali berlaku sebagai tesis, demikian prosesnya terus berlanjut dalam siklus ini.
Dia yakin bahwa proses dialektika adalah perubahan yang secara konsisten membawa umat manusia, dan sejarah, untuk jadi selangkah lebih maju.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pandemi Ajarkan Banyak Negara Belajar Reformasi Anggaran
Konflik dengan Gereja