Sebagai seorang yang percaya akan Tuhan, Hegel banyak menulis tentang religiusitas dan masalah-masalah yang bersifat rohani.
Ia juga menerapkan teorinya pada gagasan tentang Tuhan dan percaya bahwa Tuhan bukanlahi suatu entitas yang tetap eksis seperti adanya dari masa lalu, tetapi seiring perjalanan sejarah dan waktu menjadi apa yang eksis sekarang.
Sebuah "gagasan dunia" ("Weltgeist") yang menyatukan semua zaman terdahulu di dalamnya.
Ketika Hegel kemudian menolak dogma Katolik tentang transubstansiasi, atau perubahan hakikat yang menggambarkan roti menjadi tubuh Kristus serta anggur menjadi darah Kristus, pihak gereja memaksanya untuk menarik kembali pernyataannya dan secara resmi meminta maaf.
Pengaruh kuat terhadap Marx dan Engels
Para pemikir sayap kiri kemudian menggunakan filosofi dialektika Hegel sebagai titik awal bagi filsafat materialisme dialektis, yang menekankan pentingnya kondisi dunia nyata yang terpisah dari pikiran.
Dua pemikir utama teori tersebut, yakni Karl Marx dan Friedrich Engels, secara signifikan dipengaruhi oleh Hegel.
Marx mengadaptasi dialektika Hegel, namun menanggalkan peran Tuhan di dalamnya. Kedua pakar filosofi terkemuka itu mengembangkan filsafat Hegel lebih lanjut dan menerapkannya pada ide persaingan antarkelas.
Hegel meninggal pada 14 November 1831 di Berlin pada usia 61 tahun, kemungkinan besar karena masalah perut kronis.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pandemi Ajarkan Banyak Negara Belajar Reformasi Anggaran
Namun gagasannya terus hidup dan menginspirasi para filsuf besar yang lahir setelahnya.