Saksi Ahli Djoko Tjandra, Muzadkir Jelaskan Isi Pasal 263 KUHP ke Jaksa

Selasa, 24 November 2020 | 16:03 WIB
Saksi Ahli Djoko Tjandra, Muzadkir Jelaskan Isi Pasal 263 KUHP ke Jaksa
Ahli hukum pidana Mudzakir (kiri) dan terdakwa Djoko Tjandra. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kubu Djoko Tjandra menghadirkan seorang saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara surat jalan palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (24/11/2020). Sosok tersebut adalah ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir.

Dalam hal ini, Mudzakir memaparkan hal-hal mengenai pembuatan surat jalan palsu yang merujuk pada 263 ayat 1 dan 2 KUHP. Dia berpendapat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus menunjukkan surat palsu sebagaimana yang didakwakan -- sebab  surat palsu itu seharusnya dijadikan barang bukti primer.

"Kalau doktrin hukum pidana adalah surat palsu, maka demikian kalau itu tidak ada surat palsu, atau dokumen arsip tidak ada, bagaimana buktikan kalau surat palsu itu produk dari kejahatan," ungkap Mudzakir di ruang persidangan.

Merujuk pada Pasal 263 KUHP, papar Mudzakir, setiap pembuatan sebuah surat palsu, tentunya ada yang dinamakan surat yang asli. Artinya, ada sesuatu yang orisinil dan kemudian ada kegiatan pemalsuan.

"Padahal dia sesuatu yang pokok sesuai Pasal 263, setiap membuat surat palsu, maka harus ada namanya surat palsu asli, surat yang dipalsukan asli," jelas dia.

"Sehingga fokus pembuktian satu pidana jelas, bahwa ini loh surat palsu, dan ini loh surat yang dipalsukan," tambah Mudzakir.

Mudzakir melanjutkan, jika perkara surat palsu hanya berdasar dari keterangan salah satu saksi, maka keterangan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti pokok. Dia menyebut,  Penuntut umum harus menunjukkan surat jalan yang disebut dipalsukan itu.

"Keterangan saksi tidak bisa dijadikan alat bukti dalam arti bahwa surat yang dijadikan produk hukum namanya alat bukti primer atau pokok yang tentukan dari ada atau tidaknya pidana itu. Objek utama ini harus ada surat palsu, tanda tangan asli juga harus ada," jelas Mudzakir.

Dengan demikian, dalam proses pembuktian yang mempunyai ketentuan primer, harus ada bukti surat asli -- yang kemudian dipalsukan. Sehingga, suatu hal yang disebut sebagai surat palsu bisa dikuatkan dengan alat bukti yang lain.

Baca Juga: Djoko Tjandra dan Brigjen Prasetijo Hadirkan Saksi Ahli dari UII

"Atas dasar itu maka dalam proses pembuktian yang miliki ketentuan primer itu ada (surat) asli, sehingga dengan demikian surat tadi akan dikuatkan dengan alat bukti yang lain," ucapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI