Suara.com - Puluhan ribu warga Malaysia turun ke jalan pada hari Sabtu (7/2) melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pertama sejak militer merebut kekuasaan.
Menyadur The Guardian, Minggu (7/2/2021) di Kota Yangon, pengunjuk rasa meneriakkan "turun dengan kediktatoran militer" dan membawa foto Aung San Suu Kyi dan Win Myint, dua pemimpin yang ditahan militer
"Ceritakan pada dunia apa yang terjadi di sini," kata salah satu pengunjuk rasa. "Dunia perlu tahu." serunya.
Militer menutup akses internet di seluruh negeri. NetBlocks Internet Observatory melaporkan bahwa konektivitas turun ke 16% dari tingkat biasa pada Sabtu sore hari.
Militer juga memblokir Facebook, Twitter, dan Instagram.
Militer Myanmar menunjukkan bahwa mereka yakin dapat menutup dunia dan melakukan apa pun yang diinginkannya, menurut Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch.
"Mereka akan membuka jendela dan mengintimidasi, menangkap dan menyiksa semua orang yang berani berbicara. Pertanyaannya adalah berapa lama orang bisa melakukan ini dan apakah akan ada perpecahan dalam jajaran polisi atau militer." jelas Phil Robertson.
Meskipun internet mati, ribuan warga tetap berunjuk rasa di dekat Universitas Yangon. Banyak yang memakai ikat kepala merah, warna partai Liga Nasional untuk Demokrasi, dan mengangkat tangan memberi hormat tiga jari, gerakan yang juga digunakan oleh pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand yang melambangkan perlawanan.
"Saya selalu tidak menyukai militer tetapi sekarang saya benar-benar muak dengan mereka," kata Maea, demonstran 30 tahun.
Baca Juga: Jokowi dan PM Muhyiddin Bahas Pergolakan Politik Myanmar
![Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). [STR / AFP]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/02/06/15157-aksi-massa-memprotes-kudeta-myanmar.jpg)
Barisan polisi anti huru hara memblokir jalan-jalan dan dua truk meriam air terparkir di dekat demonstran. Beberapa pengunjuk rasa kemudian bubar. Menurut Agence France-Presse, hingga sore hari, tidak ada bentrokan yang terjadi.
Setidaknya dua kelompok demonstran lain menggelar aksi di bagian lain kota utama Myanmar, dan AFP melaporkan bahwa sebanyak 2.000 orang berbaris lebih jauh ke utara Mandalay.
Aksi protes pada hari Sabtu adalah yang terbesar sejak militer merebut kekuasaan pekan lalu, memicu kemarahan warganya dan banjir kecaman internasional.
"Ini tidak dapat diterima dan tidak bermoral dan kami perlu memberi tahu mereka. Kami membutuhkan lebih banyak orang untuk bergabung dengan kami," kata, Sai seorang pengunjuk rasa 28 tahun.
Para pejalan kaki menyemangati para pengunjuk rasa, pengemudi memberikan hormat tiga jari sebagai tanda solidaritas dan menyanyikan lagu yang menjadi lagu kebangsaan selama pemberontakan prodemokrasi tahun 1988, yang secara brutal dibungkam oleh militer.
Aksi protes semakin gencar beberapa hari terakhir, banyak dokter dan guru mogok bekerja. Setiap malam sekitar pukul 8 malam waktu setempat, warga memukul panci dan membunyikan klakson sebagai solidaritas.