Menguatnya Politik Identitas di Balik Kasus Rasisme di Indonesia

Kamis, 11 Februari 2021 | 20:52 WIB
Menguatnya Politik Identitas di Balik Kasus Rasisme di Indonesia
Ilustrasi--Poster anti rasisme warga Papua. [dok]

Tak hanya itu, diskriminasi dapat lahit dari aturan-aturan yang sifatnya membunuh karakter seseorang. Misalnya saja kebencian terhadap etnis Tionghoa pada Mei 1998 silam.

"Kebencian terhadap ras Tionghoa misalnya. Pada saat itu menunjukkan adanya perendahan martabar yang kemudian tidak menjadi manusiawi terhadap perempuan Tionghoa yang mengalami perkosaan. Temuam ini terjadi diantara kerusuhan Mei 98," jelas Mariana.

Catatan Komnas HAM

Sepanjang tahun 2011 sampai 2018, Komnas HAM mencatat ada 101 aduan tentang dugaan pelanggaran ras dan etnis. Aduan tersebut paling banyak terjadi pada 2016 dengan aduan sebanyak 38 kasus dan 34 kasus diantaranya terjadi di DKI Jakarta.

Namun, jika merujuk pada tren, tindakan diskriminasi ras dan etnis paling banyak terjadi saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Catatan tersebut berdasarkan data Komnas HAM serta survei Kompas.

"Kalau dilihat dari tren, maka diskiriminasi ras dan etnis, paling banyak terjadi tahun 2017, ketika terjadi Pilkada di Jakarta," kata Analis Kebijakan Ahli Madya, Mimin Dwi Hartono.

Mimin mengatakan, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan jumlah kasus rasisme paling tinggi dengan rincian sebanyak 34 kasus. Kemudian di Yogyakarta sebanyak 25 kasus, Sumatera Barat sebanyak sembilan kasus, Sumatera Utara sebanyak enam kasus, dan Jawa Barat sebanyak tiga kasus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI