Nikita Mirzani Yakin Netizen Bakal Barbar Jika UU ITE Dihapus

Rabu, 03 Maret 2021 | 09:59 WIB
Nikita Mirzani Yakin Netizen Bakal Barbar Jika UU ITE Dihapus
Nikita Mirzani. (instagram pribadi)

Suara.com - Sejumlah pihak terlapor dan pelapor telah memberikan masukan untuk Tim Kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bentukan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Salah satu pihak pelapor yakni Nikita Mirzani memberikan masukan agar UU ITE tidak dihapuskan.

Nikita mengikuti pertemuan dengan pihak Tim Kajian UU ITE secara virtual. Nikita menjadi salah satu pelapor yang diminta

"UU ITE jangan dihapus, kalau dihapus nanti pada barbar netizennnya, pada ngaco soalnya," kata Nikita dalam keterangan tertulis dari Tim Kajian UU ITE, Rabu (3/3/2021).

Ia juga meminta agar aparat bertindak cepat dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan UU ITE. Selain Nikita, Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid juga memberikan masukannya.

Muanas meminta pemerintah berhati-hati dalam merevisi sejumlah pasal di UU ITE supaya tidak muncul persoalan baru.

Muannas berpendapat jangan sampai nantinya Pasal 27 Ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet malah dihilangkan dan berdampak pada kondisi media sosial yang terlalu bebas.

"Bapaknya dihina ibunya dihina ya mungkin itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan. Baik pasal 27 ayat 3. pasal 28 ayat 2 ITE. Jadi saya kira ini harus hati-hati dalam persoalan revisi UU ITE," ujarnya.

Berbeda dengan pihak pelapor, seorang aktivis yang sempat menjadi terlapor kasus UU ITE, Ravio Patra menjelaskan bahwa hukum itu seharusnya menciptakan ketertiban bukan malah memunculkan kekacauan di kalangan masyarakat.

"Saya dikata-katain, difitnah dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, ujungnya satu negara dipenjara kan?," ujar Ravio kepada Tim Kajian UU ITE.

Baca Juga: Kembali Terima Masukan, Tim Kajian UU ITE Ngobrol Bareng Nikita Mirzani

Patra lantas menceritakan bagaimana pengalamannya berhadapan dengan pihak kepolisian saat dilaporkan terkait dengan UU ITE. Baginya UU ITE adalah bentuk pengekangan kebebasan sipil.

"Saya sebenarnya secara pribadi saya penginnya dihapus, tapi karena saya juga paham ada kebutuhan, karena saya juga mengakui juga memahami bahwa secara global banyak negara masih belajar mengatur medium internet," tuturnya.

"Cuma yang terjadi di Indonesia menurut saya terlalu cepat terlalu bringas tidak ada moderasinya, berlebihan responnya. Kalau saya tidak punya prinsip bahwa UU ITE ini bentuk mengekang kebebasan sipil, saya bisa laporkan orang-orang yang ketika saya mengalami kriminalisasi tahun lalu misalnya, kalau saya hitung ada ratusan orang yang bisa saya UU ITE kan," tambah Patra.

Dalam kesempatan yang sama, Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang juga pernah bersinggungan dengan UU ITE menekankan pentingnya edukasi di media sosial agar tidak terjebak dalam kasus hukum.

"Edukasi kepada generasi anak muda sekarang ini bagaimana tata krama dari media sosial itu seperti apa? karena saya lihat banyak juga kasus-kasus yang masih anak-anak muda dengan tanpa berpikir dua kali langsung memberikan posting di media sosial dan itu mereka tidak banyak berpikir bahwa akan ada akibatnya di undang-undang ITE ini," ujar Prita.

Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan msukan dari beragam narasumber itu bakal menjadi bahan diskusi tim dalam pembahasan selanjutnya. Pembahasan akan dilakukan oleh sub tim I dan sub tim II pada pekan depan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI