“Kalau ada barang ketinggalan di motor harus diamankan dulu. Jangan sampai barang hilang. Kebanyakan yang sering ketinggalan di saku motor itu ponsel. Itu selalu kita amankan dan kita kembalikan. Itu harus dijaga kepercayaan seperti itu,” kata dia.
Itulah sebabnya, Jensen tidak sependapat dengan adanya anggapan bahwa penjaga lahan parkir pencipta keresahan.
“Tidak setuju. Karena bagaimanapun, kita jaga barang mereka (pelanggan), jaga motor mereka. Karena bagaimanapun kita juga ada etika yang kita jaga sekali.”
“Jangan sampai orang datang ke situ (tempat parkir) tidak nyaman. Milik siapapun harus dijaga. Berapapun kasih harus diterima.”
Hubungan antar kelompok penguasa
Di dunia penguasaan lahan parkir tidak resmi, ada penguasa berskala besar, ada yang sedang-sedang saja, dan juga yang berskala kecil. Antar (sebagian) penguasa lahan parkir biasanya tidak saling berinteraksi satu sama yang lain.
Masing-masing jago yang memegang kekuasaan biasanya saling menjaga jarak untuk menghindari benturan -- kecuali dalam perkara-perkara tertentu.
Dalam perkara-perkara tertentu misalnya, mereka bisa saling bermusuhan karena dipicu salah satu kelompok yang merasa lebih kuat, kemudian mencoba mengganggu kelompok lain untuk tujuan merebut kawasan.
Suatu hari, kelompok Jensen pernah mendapatkan ancaman dari kelompok yang membawa nama ormas.
Baca Juga: Kisah Seorang Bodyguard: Nyawa Jadi Taruhannya
Kelompok ormas mengirimkan pesan akan mengerahkan massa kalau kelompok Jensen tidak meninggalkan kawasan parkir tertentu.
Ketika itu, kelompok Jensen sudah siap menyambut kedatangan kelompok ormas yang mengancam, tetapi apa yang dikhawatirkan ternyata tak terjadi.
“Kalau di lapangan masih bisa dihindari ya dihindari. Kalau misalnya nggak bisa ya, tergantung perlakuannya. Kalau perlakuan fisik, kita bertahan secara fisik juga. Kalau cuma ancaman ya nggak kita anggap.”
Walau pekerjaan menjaga lahan parkir liar rawan terjadi perkelahian, umumnya penjaga lahan parkir seperti Jensen, melarang anak buah membawa senjata.
“Nggaklah (tidak bawa senjata). Bertahan saja dengan apa yang ada. Kalau nggak bisa (bertahan) ya mundur.”
Menjadi penguasa lahan parkir ilegal bagi sebagian orang hanya dijadikan pekerjaan sampingan, tetapi tak sedikit pula yang menajdi pekerjaan utama.