Kisah Tunanetra: Hilang Penglihatan, Putus Asa sampai Temukan Titik Balik

Siswanto Suara.Com
Senin, 12 April 2021 | 07:00 WIB
Kisah Tunanetra: Hilang Penglihatan, Putus Asa sampai Temukan Titik Balik
Ilustrasi tunanetra. (Elements Envato)

“Saya masih inget, waktu itu ikut pengobatan dukun gitu. Tetangga saya katanya dapat impian, dapat wangsit, ketemu (almarhum) kakek saya. Saya udah yakin (dapat melihat). Saya disuruh (kakek dalam mimpi) cuci muka pakai air tawar yang direndam sama daun waluh (labu), sama kembangnya.”

“Tapi juga nggak bisa sembuh juga.”

Suatu hari di salah satu pasar, kedua orangtua Bakat mendapat saran dari pedagang, penglihatan Bakat kemungkinan dapat kembali lagi setelah cuci muka dengan memakai air rebusan daun sirih.

“Tapi ya nggak bisa sembuh juga.”

Menginjak usia 15 tahun atau 16 tahun, orangtua membawa Bakat ke Rumah Sakit Mangkubumen Solo.

Setelah menjalani pemeriksaan mata oleh dokter, Bakat diberi obat-obatan yang harus dia minum sampai habis.

“Bu ini saya bawain obat kalau misalnya nanti obatnya habis dan mulai bisa melihat sedikit demi sedikit, bawa ke sini lagi ya. Tapi kalau nggak bisa melihat ya mungkin sudah garisnya Yang Maha Kuasa, nanti ada rezeki sendiri,” kata dokter yang ditirukan Bakat.

“Terus saya sampai rumah, obat saya minum, terus sampai habis. Saya ditanya orangtua, ‘gimana ada perubahan nggak.’ Masih nggak bisa lihat juga.”

Titik balik

Baca Juga: Kisah Penguasa Parkir Liar: yang Bisa Kuasai Lahan, Itu yang Bisa Berdiri

Berkat saran dari seorang lurah, pada tahun 1980 tahun, Bakat dikirim orangtuanya ke pusat pendidikan di bawah Departemen Sosial (sekarang Kementerian Sosial) di Pajang, Laweyan, Solo.

“Terus saya waktu mau masuk ke asrama saya dites dulu penglihatannya. Ditanya, lampu listrik ini nyala atau mati. Saya bilang nggak tahu pak. Kata gurunya berarti ini sudah bener-bener nggak lihat sama sekali.”

Singkat cerita, bakat kemudian berpisah dengan orangtuanya karena dia mesti mengikuti pendidikan umum setingkat sekolah dasar dan dia tinggal di asrama.

Di asrama, Bakat berbaur dengan orang-orang yang juga punya masalah pada indra penglihatan. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Wonogiri, Sukoharjo, Sragen, Klaten, dan Boyolali.

Dalam salah satu kesempatan di pusat pendidikan Pajang, Bakat bertemu seorang perempuan tunanetra asal Boyolali. Yani namanya. Yani kemudian menjadi kekasihnya dan pada Januari tahun 1985 mereka menikah. Kelak mereka dikaruniai empat orang anak.

Di situlah Bakat menemukan titik balik kehidupan. Untuk pertamakalinya dia menemukan kembali keceriaan yang telah hilang selama bertahun-tahun semenjak matanya tidak berfungsi.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI