Suara.com - Seorang pakar dan peneliti militer Asia Tenggara mengungkapkan jika insiden hilangnya kapal selam KRI Nanggala-402 merupakan pukulan moral bagi Indonesia.
Menyadur Al Jazeera, Jumat (23/4/2021) Natalie Sambhi, direktur eksekutif Verve Research, sebuah penelitian kolektif multidisiplin yang berfokus pada militer Asia Tenggara, mengatakan bahwa insiden hilangnya KRI Nanggala-402 menunjukkan perlunya Indonesia untuk mempertahankan sistemnya.
Natalie Sambhi juga menyebutkan Indonesia perlu meningkatkan peralatan angkatan bersenjata, tentaranya, penerbang dan awak kapal.
"Mengingat usia beberapa platform angkatan laut Indonesia, ini tidak mengejutkan sama sekali, tetapi mengecewakan," katanya kepada Al Jazeera .
"Ini bisa menjadi pukulan moral di saat Indonesia benar-benar membutuhkan sistem pertahanan maritim yang kuat. China, terutama, telah meningkatkan serangannya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Asia Tenggara, melawan Indonesia dan terutama terhadap Filipina akhir-akhir ini." sambungnya.
Indonesia sebelumnya memiliki 12 kapal selam, meski kini hanya mengoperasikan lima, dua di antaranya, termasuk KRI Nanggala-402, buatan Jerman. Tiga lainnya adalah kapal selam dengan generasi lebih muda buatan Korea Selatan.
Beredar kabar jika Indonesia berencana membeli lebih banyak kapal selam dari Korea Selatan pada tahun 2024.
Sambhi mengatakan bahwa rencana tersebut sangat dibutuhkan mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.
"Angkatan Laut adalah salah satu pilar pertahanan maritim, termasuk yang lainnya seperti penjaga pantai, lima kapal selam untuk negara kepulauan yang begitu besar sayangnya tidak cukup," tambahnya.
Baca Juga: Roy Suryo Buka Suara Soal Samakan Hilangnya KRI Nanggala dan Harun Masiku
TNI Al memperkirakan KRI Nanggala-402 jatuh ke kedalaman antara 600 dan 700 meter dan ditemukannya tumpahan minyak mungkin mengindikasikan ada kerusakan di tangki bahan bakar.