Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi

Siswanto Suara.Com
Senin, 26 April 2021 | 07:00 WIB
Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi
Ilustrasi toilet. (Pixabay/ganzarolisara)

Begitu pandemi Covid-19 datang dan menjungkirbalikkan perekonomian, ditambah lagi persaingan dengan jasa penyedot tinja yang dikelola pemerintah daerah yang jumlah armadanya semakin semakin banyak, Tamin mulai jarang menerima order.

Pengelola salah satu tempat wisata alam di Kabupaten Bogor yang biasanya rutin meminta jasa Tamin, sekarang sudah tidak lagi memanggilnya karena destinasi wisata tersebut tutup.

“Kadang-kadang di tempat wisata itu tiga bulan sekali ngangkat (tinja). Sekarang mah udah susah dah. Pabrik-pabrik juga saya udah nggak sekarang, padahal dulu saya mah paling banyak di PT, nyedot limbah gitu.”

Akibat terkena dampak perekonomian yang morat-marit akibat pagebluk, kini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, petugas sedot tinja seperti Tamin mesti memutar otak.

“Sekarang kan kadang seminggu sekali kadang, satu kali tarikan, kadang nggak pisan. Sebulan kemarin aja cuma narik satu rit. Abis mau dikata apa kalau emang udah nggak ada. Kita kan cari sampingan yang lain, apa aja dikerjain gitu.”

Setelah duduk cukup lama untuk menceritakan pengalaman, Tamin baru ingat tadi merebus air di atas tungku berbahan kayu bakar untuk persiapan berbuka puasa.

Dia bersyukur, meskipun keuangan sedang kurang sehat, untuk memenuhi kebutuhan air minum tak perlu membeli, tetapi cukup menyedot air tanah di pekarangan rumah. “Air tanah aja bagus di sini mah,” katanya.

Dipandang sebelah mata

Dari cerita Tamin, juga warga yang telah merasakan manfaatnya, dapatlah disimpulkan peran petugas sedot tinja sangat penting bagi kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Kisah Cinta Dua Orang Tunanetra

Tapi sampai sekarang Tamin masih merasakan pekerjaannya dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Tapi anggapan itu bagi dia bukanlah hal yang mesti dianggap serius.

“Tetapi sesama tukang sedot tinja mah udah biasa. Ya banyak yang meremehin, menyebut ‘yah tukang sedot kotoran,’ kadang-kadang ada yang bilang ‘tukang tahilah, tukang gitulah.’ Bodo amatlah. (diulang lagi dengan penekanan) Buuodo amatlah,” kata Tamin yang kemudian disusul tawa terbahak-bahak.

Seandainya petugas sedot tinja tidak ada, sulit membayangkan apa jadinya kalau septic tank penuh, sementara produksi tahi tak bisa dihentikan.

“Mau buang kemana. Gitu aja dasarnya,” kata Tamin.

Ketika saya minta pendapat mengenai apakah para petugas sedot tinja bisa dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, Tamin berkata:

“Lha iya. Sebetulnya bisa dibilang satu kebersihan juga, tanpa ada tukang sedot tinja orang bingung. Itu kan untuk kehidupan rumah tangga, nggak bisa ditinggalin. Satu petugas sampah, dua petugas sedot tinja.”

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI