ICJR Dukung Langkah Ditjenpas Beri Hak Asimilasi Napi di Tengah Darurat Pandemi Covid-19

Rabu, 07 Juli 2021 | 19:08 WIB
ICJR Dukung Langkah Ditjenpas Beri Hak Asimilasi Napi di Tengah Darurat Pandemi Covid-19
Narapidana atau Warga binaan Lapas Bondowoso saat mengerjakan seni kaligrafi untuk dijadikan hisan dinding masjid [Foto: Moh Bahri/TIMES Indonesia]

Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memberikan dukungan terhadap Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (DitjenPAS) Kementerian Hukum dan HAM dalam kebijakan memberikan hak asimilasi bagi narapidana dan anak. Ini bertujuan untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

"Dari awal mendukung kebijakan ini, mengingat kondisi rutan dan lapas yang bisa memburuk dan kolaps kapan saja," kata Direktur ICJR Dio Ashar melalui keterangan tertulis, Rabu (7/7/2021).

Meski begitu, kata Dio, Pemerintah harus tetap diingingatkan bahwa langkah itu tidak akan maksimal dalam menekan angka overcrowding di rutan maupun lapas.

Menurutnya ada empat langkah lain yang dapat diambil Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan kondisi rutan dan lapas di Indonesia yang hari ini kondisi overcrowdingnya memburuk.

Berdasarkan dara ICJR, Dio mengatakan per 7 Juli 2021 mengalami overcrowding di angka 87 persen, dimana kapasitas yang tersedia hanya untuk 135.981 orang namun diisi oleh 253.938 tahanan atau narapidana.

"Sempat berhasil ditekan hingga pada Maret-Mei 2020 lalu, dari angka overcrowding 99 persen menjadi 69 persen, nyatanya sekarang overcrowding lapas dan rutan terus merangkak naik bahkan lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi," ucap Dio.

Menurutnya masalah ini tidak hanya terjadi dalam rutan dan lapas di bawah pengawasan Menteri Hukum dan HAM. Namun juga terjadi di tempat penahanan lainnya seperti kantor kepolisian, meskipun tidak ada data pasti seperti informasi di Rutan dan Lapas di bawah pengawasan Kemenkumham.

"Salah satu penyebab terjadinya overcrowding tersebut adalah tidak terdapatnya sinergisitas antara Kemenkumham dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka menekan angka overcrowding dalam masa darurat pandemi seperti saat ini, dimana jumlah orang dalam Rutan dan Lapas harus segera dikurangi," kata Dio.

Menurutnya dapat dipastikan bahwa WBP dan tahanan tidak akan mungkin melakukan physical distancing. Apalagi vaksinasi bagi seluruh WBP dan tahanan belum menjadi program prioritas pemerintah.

Baca Juga: Kondisi Pandemi Covid-19, Banyak Anggota Masyarakat Pilih Jual Mobil

"Kami kembali mengingatkan bahwa diperlukan penerapan dan pembangunan sistem yang mumpuni untuk adanya alternatif penahanan rutan, dan alternatif pemidanaan non pemenjaraan," kata dia.

Oleh karena itu, ICJR meminta Presiden Joko Widodo harus mengambil empat langkah yang diperlukan dan mendapatkan hasil yang lebih signifikan.

Pertama, menerbitkan kebijakan penghentian penahanan dalam lembaga bagi Kepolisian dan Kejaksaan, dengan memaksimalkan bentuk lain seperti penangguhan penahanan dengan jaminan, tahanan rumah, tahanan kota.

Kedua, menerbitkan kebijakan untuk Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dengan memaksimalkan alternatif pemidanaan non pemenjaraan misalnya pidana percobaan dengan syarat umum dan syarat khusus ganti kerugian, pidana denda, rehabilitasi rawat jalan untuk pengguna narkotika.

"Menerbitkan kebijakan untuk vaksinasi langsung dan segera bagi seluruh penghuni rutan dan lapas termasuk penghuni rutan selain di bawah Kementerian Hukum dan HAM," ujar Dio

Keempat, menerbitkan kebijakan pengeluaran WBP berbasis kerentanan untuk WBP lansia, perempuan dengan anak atau beban pengasuhan, dengan riwayat penyakit bawaan dan pecandu narkotika.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI