Derita Kaum Buruh Isoman Covid, Sepi Bantuan Perusahaan hingga Ancaman Keluarga Terpapar

Kamis, 05 Agustus 2021 | 12:50 WIB
Derita Kaum Buruh Isoman Covid, Sepi Bantuan Perusahaan hingga Ancaman Keluarga Terpapar
Buruh produksi Aice diminta bekerja jadi kuli bangunan (Twitter/sherrrinn)
Buruh mogok kerja karena tak dikasih THR. (Suara.com/Emi)
Buruh mogok kerja karena tak dikasih THR. (Suara.com/Emi)

Untuk itu, GSBI meminta agar pemerintah lebih mengoptimalkan peran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang berada di tingkat kelurahan maupun kecamatan. Sehingga, ada kontrol atau pemantauan terhadap mereka yang sedang menjalani isolasi mandiri.

Yanti berpendapat, mungkin masih banyak buruh yang tidak melapor ke pihak perusahaan. Mereka lebih memilih berangkat kerja karena khawatir tidak akan mendapat upah jika tidak masuk dalam beberapa hari.

"Di luar itu masih bayak, cuma buruh gak lapor. Yang penting mereka mikir absensi kerja. Tidak mungkin buruh milih bolos kerja selama dua minggu, dia akan kehilangan upah. Asumsinya kan seperti itu. Mungkin ini subjetif ya," papar Yanti.

Oleh karena itu, GSBI mendorong baik kepada pemerintah maupun perusahaan untuk setidaknya bisa menyediakan rumah khusus bagi buruh untuk menjalani isolasi mandiri. Sebab, jika harus menjalani isolasi mandiri di rumah, sangat berisiko bagi keluarga si buruh yang terpapar Covid-19 tersebut.

"Pemerintah harus meminta perusahaan menyedikan rumah atau tempat tinggal khusus bagi buruh yang terpapar untuk melaksanakan isoman. Karena isolasi di rumah, emang rumah buruh besarnya semana sih? Kan ada keluarganya juga. Itu kan memungkinkan sekali menularkan keluarganya yang ada di rumah," tegas Yanti.

Hantu PHK

GSBI mencatat, sejak awal tahun 2021 hingga saat ini, lebih dari 11 ribu buruh terkena PHK -- data itu berdasarkan sebaran pabrik yang terdapat serikat buruh anggota GSBI. PHK menjalar tanpa hambatan, proses itu dilakukan tanpa jaminan upah, pangan, kesehatan, pendidikan, dan komunikasi bagi buruh dan keluarganya.

"Berdasarkan data GSBI, dari awal tahun 2021 hingga sekarang tercatat lebih dari 11 ribu
buruh di-PHK berdasarkan sebaran pabrik yang terdapat serikat buruh anggota GSBI," ungkap Yanti.

Pada tahun pertama berlangsungnya wabah Covid-19, yakni pada 2020 lalu, Yanti menyebutkan, pabrik kecil yang bergerak di sektor garmen, tekstil, dan sepatu benar-benar terdampak. Sebab, produksi pabrik tersebut baru bisa berjalan setelah adanya order atau pesanan.

Baca Juga: PHK Jadi 'Hantu' Para Buruh Kala Pandemi, GSBI: Hentikan PPKM!

"Contoh di kalau di garmen, di beberapa perusahaan skala kecil yang bergantung produksinya pada orderan atau mengambil dari pabrik besar, itu mulai banyak yang kolaps atau tutup di tahun pertama pandemi," sambungnya.

Menurut Yanti, pabrik besar yang telah mempunyai lisensi atau hak untuk melakukan produksi juga mengalami hal serupa. Perusahaan atau pabrik besar itu biasanya mendapat pesanan langsung dari buyer atau pemilik brand.

Namun, pada saat pertama kali pandemi Covid-19 menghajar Tanah Air, sejumlah jalur transportasi, baik laut maupun udara ditutup. Imbasnya, pabrik besar tersebut tidak bisa mengimpor bahan baku untuk melakukan produksi.

Semula, beberapa pabrik mengambil keputusan untuk merumahkan para karyawan. Ketika tidak bisa melakukan ekspor barang, baru lah hantu PHK bergentayangan di pabrik dan menyasar para buruh.

Salah satu contoh yang disebutkan Yanti adalah sebuah pabrik sepatu yang berada di kawasan Tangerang, Banten -- yang juga merupakan basis anggota GSBI. Pada awal bulan April sudah melakukan dua tahapan PHK.

Pertama, pabrik melakukan PHK terhadap 500 buruh yang masih menjalani masa percobaan selama tiga bulan. Pada tahap kedua, jumlahnya lebih gila, mencapai 4899 buruh yang terkena kebijakan PHK.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI