Gegara PPKM dan Penyekatan, Buruh Menjerit Tak Bisa ke Pabrik hingga Upah Dipotong

Kamis, 05 Agustus 2021 | 13:39 WIB
Gegara PPKM dan Penyekatan, Buruh Menjerit Tak Bisa ke Pabrik hingga Upah Dipotong
ILUSTRASI penyekatan PPKM. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah resmi memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat pada 3 Juli 2021 lalu sebagai upaya menekan penyebaran virus Covid-19. Saat itu, mereka yang diperbolehkan untuk melintas di jalan raya adalah pekerja di sektor esensial dan kritikal.

Kebijakan PPKM Darurat itu berlangsung sejak tanggal 3 hingga 20 Agustus 2021 lalu. Kemudian, kebijakan itu kembali dilanjutkan dengan nama berbeda, yakni PPKM Level 4 hingga 2 Agustus 2021 dan kembali diperpanjang selama sepekan hingga 9 Agustus 2021 mendatang.

Di awal penerapannya, banyak pekerja dari sektor buruh yang terkena imbas penyekatan jalan yang dilakukan oleh aparat gabungan. Buntutnya, mereka tidak bisa ke pabrik dan mendapat pemotongan upah karena dianggap membolos.

Hal itu disampaikan oleh Sekjen Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan. Kata dia, ada anggotanya yang bertempat tinggal di kawasan Bekasi dan tidak bisa menuju tempat kerja di kawasan Jakarta dan Tangerang. Ditambah, saat awal penerapan PPKM, para buruh belum mendapat dokumen kelengkapan berupa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).

"Saat PPKM, kan banyak penyekatan di perbatasan kota. Contoh, buruh rumah di Bekasi tapi kerja di Jakarta, itu tidak bisa masuk," ungkap Yanti kepada Suara.com, Kamis (5/8/2021).

Karena pada awal penarapan PPKM beberapa anggota GSBI belum memiliki STRP, maka mereka harus menghadapi segumpal kerumitan. Mulai dari sistem mengurus STRP hingga kesiangan untuk mencapai tempat pekerjaan.

"Sempat hari pertama mereka tidak bisa masuk kerja, kesiangan tidak dianggap masuk. Mereka harus urus dulu dokumen, itu kan ribet," sambung Yanti.

Di sejumlah pabrik yang berada di Provinsi DI Yogyakarta misalnya. Yanti mengatakan, para buruh yang berdomisili di Kulon Progo dan Bantul juga harus menghadapi penyekatan di sejumlah titik untik menuju pabrik yang berlokasi di Sleman.

"Jadi buruh yang dari Bantul atau Kulon Progo harus kerja di Sleman, itu tidak bisa masuk kerja. Imbasnya, dua hari gak kerja, mereka tidak dibayar," tambahnya.

Baca Juga: Derita Kaum Buruh Isoman Covid, Sepi Bantuan Perusahaan hingga Ancaman Keluarga Terpapar

GSBI memandang, kebijakan PPKM semakin memperkuat perusahaan-perusahaan untuk menerapkan kebijakannya sendiri. Akibatnya, semakin banyak barisan kelas buruh yang kehilangan kerja, upah, dan perawatan kesehatan yang jauh lebih dibutuhkan dalam masa pandemi daripada janji bantuan sosial dalam PSBB ataupun PPKM darurat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI