Suatu kali, dia pernah mengantarkan penumpang dari daerah Kramatpulo ke Jalan Garuda (Kemayoran). Lalu, penumpang minta diantarkan lagi ke Pasar Tanah Abang. Ketika itu, Sukma sudah dengan nada sopan mengatakan tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Tanah Abang karena faktor mesin bajaj yang kurang mendukung.
Tapi penumpang tersebut tetap memaksa untuk diantar. Sesampai di tempat tujuan, Sukma cuma diberi uang Rp20 ribu, jauh dari tarif normal. “Saya kan kesel. Kramatpulo, Garuda, Tanah Abang, dikasih Rp20 ribu. Lalu dia kabur begitu saja. Ya udah deh saya ikhlasin.”
Sebelum pandemi Covid-19, Sukma biasanya mangkal di kawasan Pasar Tanah Abang. Tapi setelah pemerintah menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat di pusat grosir tekstil itu, dia memutuskan menjelajahi kawasan lain.
Sukma masih ingat acapkali mendapatkan pengalaman menyebalkan ketika melayani penumpang yang disebutnya “sok-sok gila” sehabis mereka belanja barang. Belanjaannya banyak. Penampilannya meyakinkan. Tapi di tengah jalan, tiba-tiba penumpang minta turun dan menyuruh Sukma menunggu dulu dengan alasan ingin mengambil uang di ATM.
Pada awalnya, dengan pikiran positif, Sukma bersedia menunggu di tepi jalanan yang panas. Tapi lama kelamaan dia tersadar ada yang tidak beres dengan kejadian barusan: kenapa kalau cuma ke ATM semua barang belanjaan harus dibawa semua.
“Eh tahunya dia nggak balik-balik. Kan kalau bayaran Rp30 ribu atau Rp40 ribu sangat berharga buat saya. Eh tahunya nggak bayar, ngabur. Mau nuntut sama siapa, udah ngabur. Sering saya ditipu gitu,” kata Sukma.
Tapi sekarang Sukma sudah lebih hati-hati terhadap berbagai modus pendusta. Dia tahu cara menghindari penumpang yang hendak menipu. Kalau penumpang mendadak minta diturunkan di tengah jalan, misalnya dengan alasan ingin ambil uang di ATM, Sukma akan berkata, “Saya trauma bu, lebih baik ibu bayar dulu.”
![Deretan bajaj menunggu penumpang di kawasan parkir stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu(3/6). [Suara.com/Angga Budhiyanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/06/03/32131-bajaj.jpg)
Tapi Sukma mengakui dibandingkan yang jahat, masih lebih banyak penumpang berkelakuan baik di Jakarta. Misalnya, mereka sering memberikan uang lebih untuknya, meski Sukma berulangkali berkata, “maaf bu atau pak, ini kelebihan uangnya.”
“Kalau lagi ada yang baik-baik, kalau lagi ada yang jahat ya jahat,” dia menambahkan.
Baca Juga: Kisah Penjaga Makam: Menjawab Apa Saja yang Terjadi di Kuburan
Tak sedikit pula penumpang yang mendukung Sukma menjadi pengemudi bajaj. Sejumlah penumpang perempuan bahkan terinspirasi oleh keuletannya, serta takjub dengan kelihaiannya dalam mengemudikan bajaj.