Pengemudi bajaj seringkali terjebak di tengah demonstrasi massa yang berlangsung di Ibu Kota Negara.
Dia menyebut salah satu demonstrasi yang terjadi pada tahun 2012 di Jakarta Pusat. Demo itu belakangan menjadi gelombang politik yang begitu kuat dan mengubah peta perpolitikan.
Karena tidak bisa kemana-mana karena jalan-jalan diblokir, Sukma menjadi penonton aksi. Suatu hari, ketika terjadi unjuk rasa, Sukma menyaksikan sejumlah orang di luar barisan demonstran memanfaatkan situasi untuk mencari benefit pribadi.
“Saya lihat orang pada nyopotin-nyopotin lampu, malingin besi segala macam. Saya lagi di Tanah Abang waktu itu.”
Di lain waktu, dia pernah terjebak di tengah demonstrasi mahasiswa. Unjuk rasa berlangsung chaos, mahasiswa melemparkan benda-benda keras ke arah aparat dan dibalas dengan tembakan gas air mata untuk memaksa mereka mundur.
Ketika aparat keamanan membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata, Sukma ikut merasakan gas yang membuat matanya terasa sangat pedih. Pengalaman lain yang tak terlupakan, dia menyaksikan sejumlah demonstran jatuh ke jalan dan pingsan.
![Suasana pangkalan bajaj di kawasan Stasiun Cikini, Jakarta, Sabtu (8/7/2017). [Suara.com/Oke Atmaja]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2017/07/08/52207-armada-bajaj-biru.jpg)
“Pas hamil waktu itu. Saya bela-belain itu. Saya lihat orang pakai odol. Saya ikut-ikutan pakai odol. Ditembak-tembakin gas air mata. Saya mundur karena disuruh orang. Saya ngelihatin saja demo sampai kelar,” kata dia.
Tetapi, terkadang demonstrasi membawa berkah bagi Sukma. Acapkali dia mendapat makanan gratis yang dibagikan peserta unjuk rasa.
Sudah tak terhitung berapakali Sukma menolong demonstran di akhir unjuk rasa dengan cara mengangkut mereka yang kelelahan.
Baca Juga: Kisah Penjaga Makam: Menjawab Apa Saja yang Terjadi di Kuburan
Dia tidak menolak mereka menjadi penumpang, meski sebenarnya terkadang takut menjadi korban kerusuhan. Sebab banyak kasus kerusuhan terjadi usai aksi massa. Dia juga tidak memasang tarif, semuanya dia serahkan pada kerelaan mereka.
Sukma barangkali menjadi salah satu pengemudi bajaj yang lain daripada yang lain. Dia seringkali mendapatkan penumpang yang tidak cukup uang untuk membayar sesuai tarif normal. Tapi dia berprinsip, selama penumpang bersikap baik, dia tidak akan memaksa mereka untuk membayar semua ongkos.
Pernah suatu ketika seorang nenek menghentikan bajajnya di tengah jalan. Nenek minta diantarkan ke Bendungan Jago, tetapi dia hanya sanggup membayar Rp15 ribu, jauh dari ongkos yang semestinya.
Sukma tidak menolak. Belakangan dia tahu, nenek tersebut seorang pengemis yang biasa mangkal di bawah jembatan penyeberangan ITC.
Sering pula dia menolong penumpang yang sama sekali tidak punya uang.
Berteman dengan siapa saja