Suara.com - Kader Partai Solidaritasi Indonesia (PSI), Dedy Nur Palakka, dinilai sebagai orang yang irasional usai menyebut mantan Presiden Joko Widodo memenuhi syarat untuk disebut nabi.
Pernyataan Dendy itu nampak sebagai bentuk pengkultusan terhadap tokoh politik yang tidak masuk akal.
"Politisi PSI yang menyamakan Joko Widodo dengan nabi adalah orang yang suka mengkultuskan seseorang. Orang yang suka mengkultuskan seseorang tentu tipikal orang irasional. Karena itu, penilaian orang seperti ini tak perlu dihiraukan," kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, kepada Suara.com, Kamis (12/6/2025).
Ia bahkan menyarankan agar yang bersangkutan diperiksa kondisi jasmani dan rohaninya.
"Sebab, orang yang normal tidak akan menyamakan Jokowi dengan nabi," kata dia.
Jamiluddin mengatakan kalau Jokowi hingga saat ini masih menjadi figur yang kontroversial, bahkan dalam banyak hal kerap disebut sebagai sosok antagonis. Kutipan seperti yang dilontarkan Dedy, menurutnya, hanya dilakukan untuk curi perhatian.
"Penilaian irasional semacam itu akan terus bermunculan bila di negeri ini banyak yang asal bapak senang (ABS). Sosok seperti ini umumnya penjilat dan pernyataannya selayaknya dianggap angin lalu," pungkasnya.
Sebelumnya pernyataan Dedy itu menjadi viral di media sosial. Tak lama setelahnya, Dedy memvuat cuitan bantahan tentang 'Jokowi Layak Disebut Nabi' dan ditujukan kepada akun @jhonsitorus_19.
la kemudian menjelaskan tentang Socrates, Buddha, Marx dan 'Gelar Nabi'. Di mana ia membenarkan secara historis formal, tidak ada dokumen resmi yang menyebut Socrates sebagai "Nabi Akal Budi", atau Buddha sebagai "Nabi Kesadaran", atau Marx sebagai "Nabi Revolusi".
Baca Juga: Tambang Raja Ampat Seret Nama Jokowi dan Iriana? Bahlil Ungkap Fakta Mengejutkan soal Izin
Namun dalam literatur filsafat dan kritik budaya modern, metafora ini digunakan secara luas untuk menceritakan bahwa mereka adalah pembawa pesan besar yang mengguncang zamannya.
la kemudian memberikan contoh: Slavoj iek menyebut Marx sebagai "the last prophet of modernity." Dalam kajian postmodern, banyak teks menyebut Socrates sebagai the prophet of ethical doubt.
Bahkan dalam bahasa akademik, istilah "prophetic voice" sering digunakan bagi tokoh-tokoh yang membawa pencerahan di luar agama.
"Jadi, istilah "nabi" di sini adalah kiasan intelektual, bukan klaim teologis, catat dengan tinta besar ini bukan klaim teologis," katanya.

Kemudian Dedy menjelaskan terkait cuitan Jokowi Nabi, ia menyebut Jokowi bukan nabi dalam pengertian wahyu, tetapi nabi dalam pengertian sosial yaitu “penunjuk jalan dalam krisis politik dan moral publik.”
Seperti diberitakan, jejak digital kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedy Nur Palakka dikuliti menyusul pernyataan kontroversialnya tentang mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.