Para perempuan di dalam buku kebanyakan digambarkan perannya sebagai ibu, istri, anak perempuan dan guru. Mereka tidak dimasukkan dalam aktivitas bermain atau berolahraga.
Hanya anak laki-laki saja yang terlihat bermain dan berolahraga, sementara anak perempuan ditampilkan jadi penonton semata.
“Anak perempuan dan perempuan di Pakistan sekarang sudah unggul dalam olahraga. Mereka bahkan mewakili negara di Olimpiade.
Lalu mengapa buku pelajaran tidak mencerminkan hal ini, tapi justru mengecualikan mereka dari aktivitas fisik dan olahraga kompetitif?” tanya Baela Raza Jamil, CEO Pusat Pendidikan dan Kesadaran Idara-e-Taleen-o-Aagahi (ITA).
Buku-buku pelajaran baru juga mendapat reaksi keras atas penggambaran penutup kepala bagi perempuan dan anak perempuan.
Salah satunya muncul dari aktivis dan sosiolog Nida Kirmani yang mengatakan kepada DW bahwa pesan seputar pakaian anak perempuan dalam buku pelajaran itu mengikuti pesan dari pemerintah tentang kesopanan pakaian perempuan.
Seperti diketahui, Perdana Menteri Imran Khan baru-baru ini memicu kemarahan publik karena pernyataannya yang mengaitkan peningkatan kekerasan seksual dengan cara perempuan berpakaian.
“Buku-buku ini tampaknya mendorong jenis pakaian tertentu untuk semua perempuan dan anak perempuan, padahal kita tahu ada banyak jenis praktik berjilbab di Pakistan, bukan hanya satu,” kata Kirmani.
Mengapa buku didesain seperti itu? Menurut Ayesha Razzaque, penasihat teknis Kementerian Pendidikan Federal dan Pelatihan Profesional, penggambaran stereotip semacam ini muncul karena tidak ada lensa gender atau titik temu yang digunakan dalam desain buku.
Baca Juga: Isu Pangkalan Militer AS Diambil China, Afghanistan Temui Rusia, Pakistan, Turki dan Qatar
“Buku yang dimaksudkan untuk membentuk pikiran anak muda harus memiliki tema dan nada yang konsisten di dalam kurikulum, SNC kurang dalam hal itu. Jika lensa gender diterapkan pada desain buku, kita pasti akan memiliki pesan dan pembelajaran yang sangat berbeda,” katanya.