Dan wajar kalau dangdut tarifnya mahal karena lebih banyak hiburan yang ditampilkan di panggung.
"Kalau kelas bawah banyaknya cuman organ tunggal yang cukup Rp2,5 juta sampai Rp3 juta, udah ramai, bisa goyang juga," Agus Arif menambahkan.
Aspek keempat, budaya pertunjukan wayang golek atau wayang kulit terdegradasi dengan kebudayaan bersifat seni lainnya yang biayanya lebih murah dengan kru yang tidak terlalu banyak dan esensinya tetap bisa jadi hiburan di sebuah acara.
Misalnya, organ tunggal yang bisa mengiringi berbagai aliran musik.
Minat masyarakat masih tinggi
Sebenarnya, minat masyarakat untuk menonton pertunjukan wayang golek masih terbilang tinggi, terutama dari kalangan ekonomi kelas bawah, kata Agus Arif.
Lebih jauh, seorang pemerhati sejarah Bekasi Syakiran yang menjadi pemantik dalam diskusi tersebut berkata masyarakat Bekasi yang hidup sekarang, mayoritas sudah tidak kenal para peran dan cerita (lakon).
"Seiring berkembangnya pemahaman Islam, sehingga hal Kedewaan disingkirkan."
Tapi menurut Agus Arif, sebenarnya bukan karena berkembangnya pemahaman Islam. Tetapi masyarakat banyak tidak kenal para peran dan cerita (lakon) karena memang jarang sekali wayang golek dipentaskan.
Baca Juga: Terdampak Pandemi, Seniman Wayang Golek Alih Profesi Jadi Pedagang Ayam
Anggota komunitas Bang Pitung kemudian menyoroti sikap pemerintah daerah. Dia berkata, "Pemerintah pun sekarang lebih memilih dangdutan daripada pementasan kesenian wayang."
Dia berharap dengan adanya dewan kebudayaan berkontribusi untuk melestarikan kebudayaan Sunda. "Mudah-mudahan mampu mendorong pemerintah untuk lebih mencintai dan melestarikan kesenian dari kebudayaan kita."