Mencari Kritik di Ujung Demokrasi

Jum'at, 26 November 2021 | 13:48 WIB
Mencari Kritik di Ujung Demokrasi
Ekspresi Mural. (Dok: Kominfo)

Kritik yang membangun itu sangat penting, dan selalu kita jawab dengan pemenuhan tanggung jawab, sebagaimana yang diharapkan rakyat,” kata Jokowi pada Sidang Tahunan MPR, DPD, dan DPR RI (16/8).

Ruh demokrasi adalah negara harus menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan kemerdekaan berekspresi. Kritik adalah integral dalam berdemokrasi karena ia menjadi indikator kinerja pemerintahan dalam mengemban amanat rakyat untuk bernegara.

Kritik yang diharapkan tentunya seperti yang disampaikan Jokowi, yaitu kritik yang membangun. Namun kegelisahan masyarakat acapkali tidak memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk disampaikan dalam format kritik yang membangun.

Maraknya mural dan grafiti di fasilitas publik mencerminkan bahwa ada perbedaan persepsi dan praktik demokrasi di masyarakat.

Dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi pendapat masyarakat, kritikan sangat penting dalam respons berjalannya suatu pemerintah, juga sebagai tolak ukur kinerja pemerintah dalam masa pemerintahannya. Suatu negara tidak akan berjalan dengan baik jika tidak adanya respons dari masyarakat dalam menyuarakan kelebihan dan kekurangan soal berjalannya pemerintahan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi tentu sudah diatur dalam undang-undang negara.

"Jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak boleh mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya. Sebut saja di antaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial," kata Deputi IV Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro di laman situs daring KSP.

Juri meyakini, mural-mural yang sengaja ditebarkan adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari ketiga unsur tersebut karena menganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika.

"Silakan saja mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme kita sebagai bangsa," imbuhnya.

Kritik Sosial

Baca Juga: Anies Sebut Jokowi Bukan Penentu Lokasi Sirkuit Formula E, Bamsoet: Salahnya di Mana?

Mural adalah kritik sosial yang muncul sebagai ekspresi akibat aspirasi rakyat tersumbat.

Kehebohan kritik sosial terjadi karena tidak tersedia cukup ruang publik untuk berdialog dengan seluruh pemangku kepentingan, khususnya di masa pandemi.

Dalam seni mural yang tampil bermuatan politik, yang perlu dikedepankan adalah etika budaya dan batasan yang perlu dipahami bersama.

"Memang terjadi perdebatan, apakah mural kritik ini boleh atau tidak boleh. Mural bermuatan politik bagi saya ini bagian dari dialog, jangan-jangan karena kita jarang dialog," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (27/8).

Selain itu, terdapat banyak batas antara etika dan budaya sehingga di suatu wilayah, mural dianggap sebagai kotoran yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Yang diperlukan adalah kesepakatan antara kearifan lokal dengan kepentingan umum. Sebagai contoh hasilnya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI