"Ini adalah bentuk daripada sebuah keputusan yang memang suka tidak suka, mau tidak mau harus kita lakukan harus kita terima, karena MK satu lembaga negara tertinggi yang melakukan pengujian pengujian," kata dia.
Karena itu tindaklanjutnya, putusan MK tersebut akan dilakukan pada Desember 2021 yakni diawali dengan menyusun ulang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk 2022.
Nantinya revisi UU Ciptaker dan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) akan dimasukkan.
"Komulatif terbuka ini nanti tentunya, akan diawali dengan bagaimana memasukkan revisi undang-undang 12 tahun 2011 ini ke program legislasi nasional tahun 2022 yang akan kita putuskan pada Desember nanti," ucap Firman.
"Karena tanpa itu nggak mungkin mekanisme itu yang akan kita tempuh dan kemudian siapa yang akan menyiapkan naskah akademik dan rancangan undang-undang itu untuk merevisi 12 tahun 2011 memasukan satu frasa itu akan diinisiasi oleh DPR, itu yang akan kita lakukan," sambungnya.
Firman melanjutkan, MK tidak membatalkan pasal per pasal dalam UU Ciptaker. Namun hanya akan dilakukan penyempurnaan di UU Ciptaker.
"Di dalam metode pembahasan komulatif terbuka itu kita tidak boleh membatalkan suatu pasal pun, kita tidak mengubah satu pasal pun, yang kita ubah adalah pasal-pasal ketika ada pasal yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Artinya bahwa kita akan menyempurnakan. Karena di situ tidak ada membatalkan pasal," kata dia.
Firman meminta semua pihak memahami maksud tujuan UU Cipta Kerja dibuat untuk menciptakan lapangan kerja.
Ia beralasan UU Ciptaker dibutuhkan untuk mengantisipasi dampak ekonomi nasional dari pandemi Covid-19.
Baca Juga: Hormati Keputusan MK, Puan Maharani: DPR Segera Tindaklanjuti Revisi UU Cipta Kerja
"Nah karena efek dari pandemi ini, tidak ada negara manapun yang tidak melakukan perubahan-perubahan terobosan, regulasi-regulasi yang dianggap mempersulit pertumbuhan ekonomi ini tidak diperbaiki, negara manapun," tutur Firman.