Perempuan Indonesia Bekerja Bersama Warga Aborigin di Pedalaman Australia

SiswantoABC Suara.Com
Selasa, 07 Desember 2021 | 15:08 WIB
Perempuan Indonesia Bekerja Bersama Warga Aborigin di Pedalaman Australia
Ilustrasi suku aborigin. (shutterstock)

"Waktu saya sakit panas, saya juga diajari untuk menghirup air rebusan daun minyak kayu putih, atau marlun dalam Bahasa Gurindji, dan meminumnya pada saat dingin” katanya.

Ia juga mengatakan mendapatkan banyak pelajaran saat berbicara dan menatap warga Aborigin, agar menghindari kesalahpahaman yang bisa membuat mereka tersinggung.

Tak hanya belajar budaya Aborigin, Yoseva juga mencoba memperkenalkan makanan Indonesia.

Setiap seminggu sekali ia membuat masakan, seperti rendang, sop buntut, ayam betutu, bolu kukus, kue lapis, kemudian ia bagikan kepada rekan kerja dan penduduk lokal.

"Menurut saya, pendekatan kepada orang asing yang paling mudah itu melalui makanan, biasanya mereka bilang Gastro Diplomacy," kata Yoseva, lulusan SMA Sejahtera Prigen plus Pariwisata di Jawa Timur. 

Terlibat dalam perayaan sejarah

Di sela-sela pekerjaan administrasinya, Yoseva juga pernah menjadi relawan bersama perusahaan penduduk setempat bernama 'Gurindji Aboriginal Corporation'.

Yoseva mengatakan perusahaan tersebut dengan sukarela membantu warga Aborigin untuk membangun toko, kafe, motel kecil, serta menggelar acara festival tahunan.

"Bahkan mereka mendirikan tim konstruksi dan membantu merenovasi rumah-rumah penduduk setempat dengan dukungan keuangan dari Pemerintah NT juga," katanya. 

Ia mengatakan ada beberapa orang di perusahaan tersebut yang mendapat gaji, tapi mereka mengutamakan warga Aborigin yang bekerja dan mendapat gaji.

Baca Juga: Peneliti Sebut Manusia Sulawesi Punya DNA Sama Dengan Suku Aborigin dan Papua

Tahun ini, Yoseva menjadi relawan saat warga setempat merayakan 'Freedom Day Festival' yang digelar selama tiga hari dengan menampilkan musisi setempat, tarian, 'fashion show', dan acara makan bersama.

Festival ini digelar untuk memperingati sejarah warga Aborigin mendapatkan kebebasan dengan merebut kembali tanah mereka lewat perjuangan, serta melakukan perjalanan jauh setelah lari dari perbudakan, yang dipimpin oleh tokoh perjuangan bernama Vincent Lingiari.

Mereka yang datang ke festival ini bisa berkemah di area yang disediakan, tetapi kebanyakan dari mereka membawa karavan sendiri.

Tapi untuk tahun 2021 ini, festival digelar lebih kecil mengikuti aturan dan protokol kesehatan COVID-19 yang diberlakukan oleh Pemerintah NT.

Yoseva berharap jika tahun depan ia bisa kembali ikut terlibat dalam perayaan 'Festival Freedom Day'.

“Saya berharap juga suatu hari nanti kita bisa memperkenalkan budaya Indonesia lebih banyak kepada mereka seperti mempertunjukkan tarian kita atau makanan khas Indonesia dalam Festival tersebut di tahun-tahun ke depannya setiap bulan Agustus” tuturnya. 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

REKOMENDASI

TERKINI