4 Kriteria Rais Aam PBNU versi Wapres Ma'ruf Amin

Rabu, 22 Desember 2021 | 21:14 WIB
4 Kriteria Rais Aam PBNU versi Wapres Ma'ruf Amin
Wapres Ma'ruf Amin usai menjadi pembicara kunci pada peluncuran buku di Lampung, Rabu (22/12/2021).

Suara.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin sempat ditanya pandangannya terkait kriteria Rais Aam PBNU. Menjawab itu, Ma'ruf kembali mengulas soal kriteria seorang Rais Aam yang pernah ia sampaikan saat Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015 lalu.

Hal tersebut disampaikannya usai menjadi pembicara kunci pada peluncuran Buku Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama karya Ahmad Baso serta Kitab Tukhfatul Qosi Waddani, Biografi Syekh Nawawi Al Bantani karya K.H. Zulfa Mustafa di Lampung, Rabu (22/12/2021).

Setidaknya terdapat 4 kriteria Rais Aam PBNU yang dulu pernah disampaikan Ma'ruf.

"Kalau Rais Aam saya pernah membuat (kriteria) itu di Muktamar Jombang, minimal ada 4 (empat) kriteria," kata Ma'ruf.

Kriteria pertama, Ma'ruf adalah fakih, yakni memahami dengan baik aturan dan syariat Islam sebagai dasar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.

"Dia harus fakih. Kalau tidak fakih bagaimana dia menyelesaikan persoalan, tidak ada patokannya," tegasnya.

Kemudian yang kedua ialah munaddzim atau organisator. Menurutnya, seorang Rais Aam harus mengerti ilmu berorganisasi, karena NU yang dipimpinnya merupakan sebuah organisasi.

"NU itu organisasi. Jadi seorang pemimpin tertinggi harus mengerti organisasi," sebutnya.

Kemudian, Ma'ruf menuturkan seorang Rais Aam PBNU juga harus muharrik yakni menjadi penggerak.

Baca Juga: Ma'ruf Amin: Perlu Ada Pelurusan Makna Khittah NU tidak Boleh Berpolitik Praktis

"Dia harus bisa menggerakkan. Sebab NU itu adalah gerakan ulama dalam memperbaiki umat, dalam rangka meng-islah-kan. Karena (bentuknya) gerakan, dia harus menjadi seorang penggerak," ujarnya.

Kriteria terakhir, kata Ma’ruf, seorang Rais Aam adalah wira’i. Menurutnya, seorang Rais ‘Aam harus memiliki sifat wara' yakni senantiasa menjauhkan diri dari maksiat dan perkara syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) yang dapat menimbulkan dosa.

"Karena itu memang saya katakan Rais Aam itu bukan sekedar posisi struktur organisasi tetapi Rais Aam itu maqam (berkedudukan tinggi). Di NU itu maqam," ujarnya.

Kendati demikian, meskipun terpilih sebagai Rais Aam pada Muktamar Jombang saat itu, Ma'ruf mengakui bahwa dirinya bukanlah sosok sohibul maqam (orang yang berkedudukan tinggi). Dengan merendah ia pun mengatakan bahwa dirinya dipilih sebagai Rais ‘Aam saat itu karena darurat.

"Makanya ketika saya jadi Rais Aam itu saya bilang, saya ini Rais Aam Dhoruri, darurat saja," pungkasnya.

Pemilihan Ketum dan Rais Aam PBNU

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI