Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) mendalami adanya sejumlah penyetoran uang kepada Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin dari sejumlah sejumlah proyek yang dikerjakan Pemerintah Kab Langkat.
Keterangan itu digali dari tiga tersangka yang diperiksa dalam kapasitas saksi. Mereka adalah Kepala Desa, Balai Kasih Iskandar; dan dua pihak swasta: Marcos serta Isfi Syahfitra.
"Mengonfirmasi ketiganya, terkait dengan dugaan pengaturan berbagai proyek di Pemkab Langkat dengan adanya penyetoran sejumlah uang berupa fee untuk kemudian diserahkan pada tersangka TRP (Terbit Rencana Perangin Angin)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (25/1/2022).
Bupati Terbit diketahui telah berstatus tersangka terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Langkat Penetapan tersangka itu setelah Bupati Terbit ditangkap oleh KPK bersama lima orang lainnya.
Dari barang bukti OTT, KPK menyita sejumlah uang mencapai Rp 786 Juta.
Setelah berstatus tersangka, Bupati Terbit dan kelima orang lainnya itu telah resmi menjadi tahanan KPK.
Heboh Fakta Baru Kerangkeng Manusia
Ditemukan fakta baru jika terdapat kerangkeng manusia di kediaman Bupati Terbit Rencana Perangin Angin. Kasus kerangkeng manusia itu juga sudah dilaporkan oleh Migrant Care ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Diduga, kerangkeng yang terletak di kediaman itu digunakan Bupati Terbit sebagai alat penyiksaan serta perbudakan.
Ketika tersangka Iskandar yang merupakan kakak kandung Bupati Terbit diperiksa KPK, awak media mencoba mengkinfirmasi soal kerangkeng diduga tempat perbudakan tersebut.
Baca Juga: Tanggapi Penjara Bupati Langkat, Susi Pudjiastuti : Keji dan Tidak Berperikemanusiaan
Iskandar pun nampak hanya tertunduk dan bungkam untuk menjawab hal itu. Ia, lebih memilih secepatnya masuk ke dalam mobil tahanan KPK.
![Kondisi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/01/24/93487-kondisi-kerangkeng-manusia-di-rumah-bupati-langkat.jpg)
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat, pelaporan tersebut dilakukan karena kerangkeng manusia tersebut kuat diduga sebagai alat penyiksaan serta perbudakan terhadap para pekerja kelapa sawit.
"Kerangkeng itu dibangun untuk pekerja kebun sawit si bupati, semacam penjara di rumah. Kerangkeng itu untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja," kata Anis.
Selain itu, kata Anis, para pekerja diduga disiksa hingga tidak diberi makan. Tak hanya itu, para pekerja juga tidak diizinkan mengakses alat komunikasi.
"Bahkan, dilaporkan juga mereka tidak pernah digaji selama bekerja," kata Anis.
Rehabilitasi Narkoba Versi Polisi