Suara.com - Beberapa tahun terakhir, Rusia giat memperluas pengaruhnya di Afrika dengan berbagai proyek. Hal itu tampaknya berhasil. Banyak negara Afrika sekarang memilih diam atas invasi Rusia ke Ukraina.
Pada 2 Maret lalu, Majelis Umum PBB di New York diminta untuk memberikan suara pada resolusi yang menyerukan agar Rusia menarik mundur pasukannya dari Ukraina dengan "segera, sepenuhnya dan tanpa syarat."
Sebanyak 141 dari 193 anggota PBB memberikan suara mendukung resolusi tersebut — sebuah sinyal kuat kecaman komunitas internasional atas invasi Rusia ke Ukraina. Dari 54 negara Afrika, 28 negara memberi suara memihak ke Ukraina dan menyetujui resolusi itu, Eritrea memberi suara menentang.
Kamerun, Etiopia, Guinea, Guinea-Bissau, Burkina Faso, Togo, Eswatini, dan Maroko tidak hadir.
Sedangkan sisanya, 15 negara, memberi suara abstain, yaitu Aljazair, Uganda, Burundi, Republik Afrika Tengah, Mali, Senegal, Guinea Khatulistiwa, Kongo Brazzaville, Sudan, Sudan Selatan, Madagaskar, Mozambik, Angola, Namibia, Zimbabwe, dan Afrika Selatan memberi suara abstain.
Hubungan bersejarah Afrika dengan Uni Soviet
Beberapa negara Afrika seperti Angola, Mozambik, Zimbabwe, dan Namibia memang memiliki "persahabatan bersejarah dalam pikiran" dengan Uni Soviet dulu, kata N'Kilumbu, ilmuwan politik dari Angola.
"Terutama di Angola dan Mozambik, hampir tidak ada perubahan politik sejak era Perang Dingin. Dan itulah mengapa tali pusar yang menghubungkan negara-negara ini ke Moskow tidak pernah terputus," katanya.
"Di tingkat militer, kami masih memiliki instruktur Rusia. Akademi militer kami dipengaruhi Rusia,” tambahnya.
Baca Juga: Invasi Rusia Mengganggu Akses Layanan Obat untuk Pengguna Narkoba di Ukraina
Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia memang semakin sering menggunakan koneksi Soviet yang bersejarah ini untuk memperluas hubungannya dengan Afrika.