Michael, pria gay dan mentor yang bekerja dengan mahasiswa internasional di RMIT juga sempat menjadi mahasiswa internasional.
Ia datang ke Australia beberapa tahun yang lalu untuk melakukan studi master keuangan yang dianggapnya "membosankan" dan adalah pelajaran yang disukai orangtua Asia.
Michael turut berpartisipasi dalam proyek terminologi tersebut karena yakin ini akan menjadi sumber informasi yang berguna untuk mahasiswa internasional dan berharap keberadaannya dapat disebar ke universitas di Australia.
"Penting sekali memahami bagaimana berbicara dengan [pelajar LGBTQIA+], dan membuat mereka merasa dilibatkan dan disambut," katanya.
Ketika masih mahasiswa, Michael berusaha tidak mengacuhkan bahasa tidak senonoh yang dipakai mahasiswa internasional China.
"Namun sepanjang waktu berlalu, dalam pikiran, mungkin kita bisa merasa stres dan kewalahan mengapa orang-orang tidak menghormati bahasa dan kosakata kita?"
Berharap komunitas LGBT lebih dilibatkan
Dr Miranda Lai, kepala departemen penerjemah di RMIT University mengatakan universitas tersebut menerima masukan dari industri bahwa kebanyakan penerjemah tidak dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup bila berhubungan dengan komunitas LGBTQIA+.
Ia menghadapi masalah ini ketika sedang mencari penerjemah yang bisa dilibatkan di sesi pelatihan untuk mengerjakan panduan ini.
"Sederhananya, ketika berusaha merekrut penerjemah, saya sedikit terkejut karena tidak semudah itu ternyata," katanya.
Baca Juga: Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor: Kelompok LGBT Merasa Terancam
"Ahli penerjemah yang ada mungkin tidak merasa nyaman bahkan ketika ada dalam situasi seperti itu, bahkan ketika mendiskusikan konsep dan terminologinya."