"Saya ingin bunuh diri karena saya terus memiliki gambaran dan terminologi [negatif] yang saya serap waktu kanak-kanak, dan waktu saya tiba di Australia, penjelasannya tidak ada dalam bahasa Vietnam," katanya.
"Ketika saya melihat diri saya sebagai LGBTIQ dalam bahasa Vietnam, saya merasakan lebih banyak trauma dibandingkan hal-hal baik."
Ia berharap panduan terminologi akan menolong komunitas LGBTIQA+, terutama anak muda, dengan memberikan pengetahuan dan kekuatan untuk membicarakan identitas mereka pada teman dan keluarga dalam bahasa yang berbeda.
"Sebagai orang yang tidak punya hubungan baik dengan orangtua, saya tidak mau ini terjadi lagi [pada orang lain]," ujarnya.
"Harapannya proyek seperti ini dapat memperbaiki kembali hubungan yang sudah rusak."
Tidak ada yang mau membicarakan 'topik aneh' ini
Michael Tien mengatakan tidak banyak orang yang ia tahu di China mengerti pentingnya bahasa terutama ketika membicarakan terminologi LGBTQIA+.
Menurutnya, tidak ada yang mau membicarakan "topik aneh" ini di China.
Ia mengatakan bahkan mereka yang memahami terminologi tidak ingin memperbaiki kata-kata yang tidak tepat, "karena mereka ingin menjadi orang baik yang tetap menyimpan identitas sebenarnya".
Namun, ia memutuskan untuk berbicara.
Baca Juga: Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor: Kelompok LGBT Merasa Terancam
"Menurut saya sangat penting topik ini dibahas, pentingnya menggunakan kosakata yang tepat," ujarnya.