Suara.com - Berikut ini pembahasan mengapa umat Islam diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan. Selain untuk menjalankan ibadah sesuai perintah Allah SWT, puasa juga memiliki beberapa keutamaan yang bermanfaat untuk umat Islam.
Dalam perhitungan kalender Hijriyah, Ramadan jatuh pada bulan ke-9. Ibadah puasa wajib dijalankan umat Islam pada bulan Ramadan. Kewajiban ini ditegaskan Allah SWT melalui surah Al Baqarah ayat 183.
Tulisan Latin:
Ya ayyuhallazina amanu kutiba 'alaikumus-siyamu kama kutiba 'alallazina ming qablikum la'allakum tattaqun
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Lalu, Allah SWT melanjutkan perintahnya dengan lanjutan dari surah Al Baqarah ayat 184. Ada golongan umat Islam yang bisa meninggalkan kewajiban puasa pada bulan Ramadan, karena keadaan tertentu, namun tetap wajib menggantinya pada hari lain.
Tulisan Latin:
Ayyamam ma'dudat, fa mang kna mingkum maridan au 'ala safarin fa 'iddatum min ayyamin ukhar, wa 'alallazina yutiqunahu fidyatun ta'amu miskin, fa man tatawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an tasumu khairul lakum ing kuntum ta'lamun
Baca Juga: 35 Ucapan 1 Ramadhan 2022, Kirim ke WA Teman dan Keluarga Agar Semangat Puasa Hari Pertama
Artinya:
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Mengenai golongan tertentu orang-orang yang bisa meninggalkan ibadah puasa, para ulama kemudian berpendapat tentang arti dari surah Al Baqarah ayat 184.
Mengutip tafsir Kemenag RI, berikut ini beberapa pendapat tentang level sakit atau level perjalanan yang dimaksud dalam ayat tersebut.
1. Diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit atau musafir tanpa membedakan sakitnya itu berat atau ringan, demikian pula perjalanannya jauh atau dekat, sesuai dengan bunyi ayat ini. Pendapat ini dipelopori oleh Ibnu Sirin dan Dawud az-Zahiri.
2.Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit yang benar-benar merasa kesukaran berpuasa, karena sakitnya. Ukuran kesukaran itu diserahkan kepada rasa tanggung jawab dan keimanan masing-masing. Pendapat ini dipelopori oleh sebagian ulama tafsir.
- 1
- 2
BERITA TERKAIT
Niat, Jadwal, dan Keutamaan Puasa Tarwiyah serta Arafah Jelang Idul Adha
05 Juni 2025 | 13:31 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI