Hak Aborsi di AS, Mengapa Memicu Pro dan Kontra Terus dan Terancam Dicabut?

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 08 Mei 2022 | 12:08 WIB
Hak Aborsi di AS, Mengapa Memicu Pro dan Kontra Terus dan Terancam Dicabut?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aborsi dilegalkan di Amerika Serikat setelah muncul putusan hukum pada tahun 1973, yang sering disebut sebagai kasus Roe vs Wade.

Namun, sebuah dokumen yang bocor mengklaim bahwa Mahkamah Agung AS - badan hukum tertinggi di negara itu - kini mendukung untuk membatalkan hak aborsi.

Jika itu terjadi, aborsi bisa langsung dinyatakan praktik ilegal di 22 negara bagian AS. Keputusan final diperkirakan akan muncul dari Mahkamah Agung akhir Juni atau awal Juli 2022.

Apa itu keputusan Roe vs Wade?

Pada 1969, seorang perempuan lajang berusia 25 tahun, Norma McCorvey, dengan nama samaran "Jane Roe", menentang larangan aborsi di Texas. Negara bagian itu menggolongkan aborsi sebagai tindakan inkonstitusional, kecuali dalam kasus di mana nyawa sang ibu dalam bahaya.

Yang mempertahankan aturan anti-aborsi itu adalah Henry Wade - jaksa wilayah di Dallas County - karenanya disebut kasus Roe vs Wade.

Baca juga:

McCorvey sedang hamil anaknya yang ketiga ketika dia mengajukan kasus tersebut, dan mengklaim bahwa dia telah diperkosa. Namun kasusnya ditolak dan dia terpaksa melahirkan.

Pada 1973, upaya bandingnya sampai ke Mahkamah Agung AS. Kala itu, kasus Roe disidangkan bersama dengan seorang perempuan berusia 20 tahun, Sandra Bensing.

Baca Juga: Aborsi di AS: Bocoran Dokumen MA Ungkap akan Diakhirinya Putusan Penting

Para hakim berpendapat bahwa aturan larangan aborsi di Texas dan Georgia bertentangan dengan Konstitusi AS karena melanggar hak privasi perempuan.

Dengan perbandingan suara tujuh banding dua, para hakim MA saat itu memutuskan bahwa pemerintah tidak memiliki kekuatan untuk melarang aborsi.

Mereka menilai bahwa hak perempuan untuk mengakhiri kehamilannya dilindungi oleh konstitusi AS.

Bagaimana kasus itu mengubah hak-hak perempuan?

Kasus tersebut menciptakan sistem 'trimester' yaitu:

  • memberi perempuan Amerika hak mutlak untuk melakukan aborsi dalam tiga bulan pertama (trimester) kehamilan
  • memungkinkan pembuatan peraturan pemerintah untuk trimester kedua kehamilan.
  • menyatakan bahwa pemerintah dapat membatasi atau melarang aborsi pada trimester terakhir karena janin mendekati titik di mana ia dapat hidup di luar rahim.

Roe vs Wade juga menetapkan bahwa pada trimester terakhir, seorang wanita dapat melakukan aborsi meskipun ada larangan hukum hanya jika dokter menyatakan perlu untuk menyelamatkan hidup atau kesehatannya.

Pembatasan aborsi apa saja yang telah diberlakukan sejak itu?

Dalam 49 tahun sejak keputusan Roe v Wade, para juru kampanye anti-aborsi mendapatkan kembali landasan argumen mereka.

Pada 1980 Mahkamah Agung AS mendukung undang-undang yang melarang penggunaan dana federal untuk aborsi kecuali bila diperlukan untuk menyelamatkan hidup seorang wanita.

Kemudian pada tahun 1989 MA menyetujui lebih banyak pembatasan, termasuk mengizinkan pemerintah negarda bagian untuk melarang aborsi di klinik negara bagian atau oleh pegawai negara bagian.

Dampak terbesar datang dari putusan MA dalam kasus Planned Parenthood v Casey pada tahun 1992.

Walau tetap menjunjung tinggi keputusan Roe v Wade, MA juga menetapkan bahwa pemerintah negara bagian dapat membatasi aborsi bahkan pada trimester pertama untuk alasan non-medis.

Aturan baru itu tidak boleh menempatkan "beban yang tidak semestinya" pada perempuan yang mencari layanan aborsi. Namun, perempuan yang bersangkutanlah dan bukan pihak berwenang yang harus membuktikan bahwa peraturan itu benar-benar merugikan.

Akibatnya banyak pemerintah negara bagian kini memiliki batasan seperti persyaratan bahwa wanita yang hamil muda harus melibatkan orang tua mereka atau hakim dalam membuat keputusan aborsi. Juga ada aturan lain yang memberlakukan masa tunggu antara saat seorang wanita pertama kali mengunjungi klinik aborsi hingga saat menjalani tindakan.

Dampak dari pembatasan-pembatasan itu adalah banyak perempuan harus melakukan perjalanan lebih jauh untuk melakukan aborsi, seringkali ke negara bagian yang lain, dan harus membayar biaya lebih besar. Menurut gerakan pro-aborsi, perempuan miskin paling dirugikan oleh pengetatan aturan itu.

Apa tantangan terkini putusan Roe vs Wade?

Mahkamah Agung tengah mempertimbangkan sebuah kasus yang menantang larangan aborsi di Mississippi setelah 15 minggu.

Jika keputusan MA mendukung larangan Mississippi tersebut, maka akan secara efektif mengakhiri hak konstitusional warga untuk melakukan aborsi, dan membuat keputusan legal tidaknya hak aborsi akan diserahkan kepada pemerintah negara bagian masing-masing.

Ada sembilan hakim di Mahkamah Agung, enam di antaranya diangkat oleh presiden dari Partai Republik.

Sebuah draf opini dari salah satu anggota MA - Hakim Samuel Alito - telah bocor, dan berisi komentar bahwa keputusan Roe v Wade "sangat salah".

Jika Mahkamah Agung membatalkan keputusan tahun 1973 itu, maka aborsi dapat dilarang di hampir separuh negara bagian AS.

Siapa saja kelompok perempuan yang paling terdampak?

Membatasi akses aborsi secara tidak proporsional akan berdampak pada wanita yang lebih muda, wanita miskin dan wanita Afrika-Amerika, karena kelompok-kelompok ini lebih cenderung mencari layanan aborsi, menurut data resmi.

Mayoritas perempuan yang melakukan aborsi di AS berusia 20-an tahun.

Sekitar 57% dari aborsi yang dilaporkan pada tahun 2019 dilakukan pada wanita berusia antara 20 hingga 29 tahun.

Mayoritas negara bagian melaporkan data aborsi ke Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC), tetapi beberapa lainnya tidak.

Rachel Jones, seorang peneliti senior di Institut Guttmacher, kelompok penelitian pro-aborsi mengatakan kepada BBC: "Pasien aborsi pada umumnya berusia 20-an tahun, tidak memiliki banyak uang dan memiliki satu atau lebih anak."

Penelitian lembaga tersebut menunjukkan bahwa 75% perempuan di AS yang melakukan aborsi diklasifikasikan sebagai berpenghasilan rendah atau miskin (berdasarkan definisi kemiskinan resmi AS).

Dr Antonia Biggs, seorang peneliti di Bixby Center for Global Reproductive Health mengatakan: "Ketidaksetaraan struktural - termasuk hidup dengan pendapatan rendah dan akses terbatas ke asuransi kesehatan - semuanya berkontribusi pada tingkat aborsi yang lebih tinggi di antara orang-orang kulit berwarna."

Orang kulit hitam menyumbang 13% dari total populasi AS, tetapi perempuan kulit hitam mewakili lebih dari sepertiga praktik aborsi yang tercatat di AS dan wanita Hispanik sekitar seperlimanya.

Selama sepuluh tahun terakhir, lebih sedikit perempuan yang melakukan aborsi di seluruh AS, menurut statistik terbaru dari CDC.

Jumlah aborsi yang dilaporkan turun hampir 18% antara 2010 hingga 2019.

Pada 2019, ada sekitar 630.000 aborsi yang dilaporkan di AS, dibandingkan dengan lebih dari 765.000 pada 2010.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI