Salah seorang pendukung yang hadir di kampanye sebelum pemungutan suara di Manila mengatakan kepada ABC bahwa dia tidak mengkhawatirkan masalah korupsi karena Filipina sudah mengubah konstitusi sejak era kekuasaan Ferdinand Marcos Senior.
"Sekarang sudah ada perangkat hukum untuk mencegahnya," katanya.
Namun, banyak juga yang lain yang secara tegas menolak kenyataan bahwa keluarga Marcos melakukan korupsi besar-besaran di masa lalu.
"Selama masa Marcos, semua damai, semua berjalan baik, semua bersatu," kata Micko Eldave yang baru berusia 19 tahun, yang menjadi pemilih untuk pertama kalinya dan juga menjadi relawan guna mendukung kampanye Marcos.
Dia mengatakan mendapatkan keterangan masa lalu dari warga Filipina yang lebih tua yang pernah hidup di bawah kekuasaan Marcos Senior.
"Terlalu banyak propaganda dan kabar bohong bahwa Marcos mencuri uang dari rakyat, namun ini tidak masuk akal."
Dalam kampanyenya, Bongbong menjual soal stabilitas dan pembangunan infrastruktur, dan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pendapat mereka dan berusaha menghindar dari pertanyaan kritis dari para wartawan.
Namun masih banyak juga yang tidak mendukung kemenangan Bongbong Maros dan Sara Duterte.
Hari Selasa, di pagi setelah hasil pemungutan suara awal dikeluarkan, ribuan pengunjuk rasa, sebagian besar anak-anak muda mengadakan demonstrasi di luar gedung KPU di Manila.
Baca Juga: Dinasti Pemimpin di Filipina: Mengapa Keluarga Marcos Begitu Kontroversial?
Mereka mempertanyakan laporan adanya 2.000 mesin penghitung suara yang dikabarkan bermasalah dan menyampaikan keberatan atas penghitungan yang memperkirakan Bongbong akan menang.
"Sentimen mayoritas, bila memang mereka mendukung Marcos Jr, adalah bentuk dari sistem yang sudah menciptakan kegagalan buat kami," kata pengunjuk rasa Reana Dolor.
"Kami memperkirakan enam tahun ke depan akan dipenuhi dengan korupsi, inflasi, dan kemunduran ekonomi karena begitu tidak kompetennya Marcos sebagai seorang pemimpin," kata pengunjuk rasa lainnya Haedric Daguman.
Di antara mereka yang juga kecewa dengan hasil pemungutan suara sejauh ini adalah beberapa pemimpin agama Katolik yang merupakan agama mayoritas di sana.
Pastor Ronald Balase, yang berusia 31 tahun dan bertugas di Gereja Baclaran di Manila tengah mengatakan kampanye pemilu marak dengan penyebaran kabar bohong.
"Sangat menyedihkan bahwa kita dengan mudah melupakan sejarah," katanya kepada ABC.