"Karena ketika sadar bahwa kita membantu lansia untuk menjalani hari mereka … rasanya sangat menyenangkan dan kita akan pulang dengan rasa bahagia," ujarnya.
"
'Butuh tenaga besar'
Kurangnya pekerja laki-laki sering menimbulkan masalah bagi Novi yang bekerja di panti jompo daerah Bundaberg, Queensland, Australia. Ia mengatakan 95 persen stafnya adalah perempuan.
Hambatan yang sering dihadapinya sehari-hari berkenaan dengan fisik.
"Di sini orang-orangnya memiliki fisik yang besar, setidaknya berat perempuan adalah 60kg dan yang pria bisa 80kg," ujar Novi yang berat badannya sekitar 50kg dengan tinggi 150cm.
"Jadi walaupun kita mengangkat mereka dengan mesin, tetap butuh tenaga besar. Jadi lebih banyak carer pria bisa membantu 50 persen kekuatannya waktu mengangkat."
Dalam beberapa situasi, Novi juga merasa lebih aman bila didampingi pekerja laki-laki saat berhadapan dengan lansia yang sudah dalam kondisi demensia.
"Mereka bisa melawan," kata Novi yang mulai bekerja di industri tersebut sejak 2019.
"Kalau kita punya tinggi yang sama, jadi satu eye level, kita enggak merasa direndahkan."
Baca Juga: 4 Hal yang Dibutuhkan Pria dalam Sebuah Hubungan Asmara
Selain laki-laki, Novi berpendapat bahwa industri panti jompo juga memerlukan pekerja yang lebih muda.
Tapi di luar ini semua, perempuan asal Jakarta tersebut merasa bahwa industri perawatan lansia Australia masih kekurangan pekerja.
"Ini terjadi di mana-mana. Dan masalahnya orang lansia yang ada di waiting list semakin bertambah tua," ujarnya.
"Kadang nanti ketika mereka masuk panti jompo, dari yang tadinya able [masih bisa bergerak] sudah menjadi disable [lumpuh]. Ini yang susah."
Masalah laki-laki di panti jompo
Tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja dalam industri ini bukanlah masalah baru.
Dalam laporan komisi negara Australia tahun 2021, tertulis bagaimana masalah skandal dan sistemik di industri ini telah menghasilkan 148 rekomendasi baru yang memerlukan dana miliaran dolar untuk diwujudkan.