Pekerjaannya sebagai insinyur juga membawanya ke Katherine, membangun jembatan pertama di atas sungai King River.
"Tidak ada AC atau alat pendingin apa pun saat itu," katanya.
Memasuki dunia kedokteran
Dr Foreman seringkali merasa tidak cocok di bidang teknik. Maka dia pun meninggalkan profesinya itu untuk belajar teologi.
Tapi setelah tamat dan memenuhi syarat untuk ditahbiskan sebagai imam Gereja Anglikan, dia justru menolaknya demi posisi sebagai insinyur senior untuk pembangunan jalan dan bandar udara di Papua Nugini.
Namun sebelum itu, Dr Foreman terlebih dahulu menjadi dosen matematika di Port Moresby, sebelum meninggalkan dunia teknik untuk selamanya dan mendaftar kuliah belajar kedokteran pada tahun 1971.
Dekan Fakultas Kedokteran di Port Moresby, Profesor Ian Maddocks (sekarang spesialis perawatan paliatif terkemuka di Australia) awalnya menolak lamarannya dengan alasan Foreman yang berusia 40 saat itu terlalu tua untuk memasuki profesi medis.
"Tapi pendapat dia ditolak oleh orang lain dalam komite penerimaan mahasiswa, dan saya pun lulus," kata Dr Foreman.
Saatnya untuk berefleksi
Sekarang Dr Forerman sendiri menderita gangguan pendengaran. Namun, dia menyebut mungkin masa kecilnya yang memicu minat awalnya pada spesialisasi penyakit THT.
"Saya tumbuh besar dengan ayah yang tuli," jelasnya. "Dia menderita penyakit Ménière, yaitu ketulian secara bertahap."
Baca Juga: Ketika Dokter India Selamatkan Remaja Pakistan yang Lehernya Bengkok
"Kami memiliki ayah yang pendiam. Tapi hal itu tak menghentikannya untuk mendengarkan siaran balapan setiap hari Sabtu, dia akan selalu berada di dekat radio," katanya.
Dr Foreman mengatakan ayahnya juga hidup sampai usia 90 tahun, namun dirinya adalah orang pertama di keluarganya yang mencapai usia 91 tahun.
Meskipun tidak berencana pensiun dalam waktu dekat, Dr Foreman mengatakan dia berniat untuk berhenti satu atau dua hari dalam waktu dekat.
"Saya akan mengurangi kerja menjadi lima hari seminggu, banyak yang harus saya rapikan," katanya, sambil melihat ke rak-rak yang penuh jurnal, buku, dan catatan kuliahnya.
"Bayangkan jika saya mati mendadak, ini semua akan menjadi mimpi buruk [untuk orang yang merapikannya]. Dan rasanya saya harus menulis memoar," tuturnya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.