Menutup lingkaran
“ELI sudah pergi untuk menetap di Yerusalem sejak awal tahun 2020,” kata seorang pengajar bahasa Ibrani di Jakarta kepada saya, Juli 2022.
Saya baru mengerti kenapa Eli memutuskan untuk melakukan aliyah atau kembali ke Yerusalem. Selain karena perintah kepercayaannya, sejumlah pernyataannya tiga tahun silam membuat saya memahami, betapa sulitnya menjadi Yahudi ortodoks kalau masih di Indonesia.
“Hampir tidak bisa menjadi Yahudi ortodoks di Indonesia,” keluh Eli kala itu.
Makanan mereka harus halal atau kosher. Bagi Yahudi ortodoks yang sudah mempunyai anak juga akan kesulitan. Sebab, tak ada satu pun sekolah formal yang mengajarkan Yudaisme.
Untuk menikah pun susah. Setiap Yahudi ortodoks harus menikah di sinagoge. Sementara tak semua Yahudi ortodoks di Jakarta atau daerah lain Indonesia yang mempunyai uang cukup untuk menikah di luar negeri.
“Jadi minoritas di sini susah, karena di-kotak-kotak-kan. Ada departemen khusus di Kementerian Agama untuk agama tertentu, nah untuk Yahudi departemennya mana, enggak tahu,” keluhnya kala itu.
Saya juga teringat Eli sempat mengatakan, dengan kembali menganut Yudaisme ortodoks, ia seperti menemukan jati dirinya yang selama ini hilang.
“Ayahku beragam Islam. Ibu Kristen. Tapi mereka membebaskan aku dan adik untuk memilih agama masing-masing saat dewasa,” kata perempuan itu tiga tahun silam.
Baca Juga: Jalan Sunyi Agama Baha'i
Eli kecil mengikuti agama ibunya. Sementara sang adik, karena lebih dekat dengan ayah, beragama Islam.