Perjalanan dipandu bintang-bintang
KRI Bima Suci menempuh perjalanan sekitar 91 hari yang dimulai di Indonesia, Singapura, dan Malaysia sebelum berhenti di Townsville, Sydney, Cairns, dan Darwin.
Ada 209 awak kapal dalam perlayaran tersebut, lebih dari setengahnya adalah taruna yang diharapkan mempelajari keterampilan bernavigasi secara tradisional saat berlayar, yakni dengan melihat dan mengamati bintang.
Cadet Rjocco mengatakan mereka menentukan posisi kapal setiap pagi dan malam menggunakan sextant, atau instrumen angkatan laut analog yang digunakan untuk menghitung sudut objek astronomi dan cakrawala.
"Navigasi dengan astronomi penting bagi kami saat ada kemungkinan masalah dengan perahu," katanya.
"Mungkin jika kita terdampar di laut dan kita tidak tahu di mana posisi kita, kita bisa menggunakan bintang untuk menavigasi pelayaran."
'Laut bukanlah pemisah'
Mereka juga dilengkapi dengan peralatan navigasi darat begitu mereka tiba di pelabuhan, salah satunya adalah sepeda lipat untuk setiap anggota.
Oka Wirrayundha, Atase Pertahanan Dubes RI untuk Indonesia, mengatakan tersedianya sepeda lipat menjadi salah satu cara awak kapal untuk mengeksplorasi dan berinteraksi dengan penduduk setempat.
"Kalau bisa, setiap hari kami ingin membuka kapal laut ini sehingga mereka bisa mengunjungi kami," kata Komodor Wirrayundha, seraya menambahkan bahwa kapal ini memiliki ruangan yang luas, atau 'ballroom' sebagai fitur utama.
"Kami hanya ingin menunjukkan jika laut bukanlah pemisah, laut adalah penghubung, karena melalui laut kita bisa saling mengenal."
"Jadi ini adalah hubungan antarwarga dan menunjukkan betapa hebatnya hubungan kita, kemitraan strategis kita, antarangkatan laut, antarmanusia, antarnegara."